Hemoglobin Janin (HbF)

Hemoglobin janin (Hemoglobin F atau HbF) merupakan komponen hemoglobin utama dalam aliran darah janin. Setelah lahir, ia akan menurun dengan cepat dan segera setelah itu diganti dengan hemoglobin dewasa (hemoglobin A).

Selama perkembangan janin, hemoglobin janin menyusun sekitar 90 persen dari total hemoglobin. Pada saat lahir, darah bayi terdiri dari sekitar 70% hemoglobin janin. Hemoglobin janin lalu dengan cepat menurun menjadi 2% atau kurang setelah tahun kedua sampai keempat dan hanya sekitar 0,5% atau kurang yang ditemukan pada saat dewasa. Jika HbF tetap menunjukkan peningkatan setelah bayi berusia 6 bulan, harus dipertimbangkan terjadinya hemoglobinopati seperti yang terjadi pada talasemia minor ataupun mayor.


Masalah Klinis

Hemoglobin adalah pigmen pembawa oksigen yang ditemukan dalam sel darah merah. Ini adalah molekul besar yang dibuat di sumsum tulang dari dua komponen, yaitu heme dan globin. Hemoglobin dihasilkan oleh gen yang mengontrol ekspresi dari protein hemoglobin . Cacat gen ini dapat menghasilkan hemoglobin abnormal dan anemia, yang disebut kondisi "hemoglobinopathy".

Ada dua kategori hemoglobinopathy. Pertama, rantai globin yang abnormal menimbulkan molekul hemoglobin abnormal. Contohnya adalah anemia sel sabit, dan anemia hemolitik kronis. Kedua, rantai hemoglobin normal diproduksi tetapi dalam jumlah yang abnormal. Gangguan dalam kategori ini yang disebut thalassemia, yang dibagi menurut jenis rantai asam amino yang dipengaruhi (alfa atau beta), dan apakah ada satu gen cacat (Thalassemia minor) atau dua gen cacat (Thalassemia mayor).

Masalah klinis lain yang ditandai dengan peningkatn kadar HbF adalah anemia aplastik didapat (akibat obat, toksin, dll), hipertiroidisme, leukemia akut atau kronis, terutama leukemia mieloid juvenil, mieloma multipel, penyakit hemoglobin H.


Prosedur

Kumpulkan 7 – 10 ml darah vena dalam tabung berturup lembayung (EDTA) atau hijau (heparin). Tabung jangan dikocok. Tidak ada pembatasan asupan makanan dan minuman.

Untuk pengukuran HbF sering digunakan cara denaturasi alkali dari Singer atu modifikasinya. Modifikasi yang paling sederhana adalah modifikasi dari Molden. Cara lain adalah dengan acid elution dari Kleihauer, radial immunodiffusion assay (RIA) dari Mancini, atau dengan elektroforesis pada cellulose acetate.

Pada tulisan ini akan diterangkan penentuan kadar HbF dengan denaturasi alkali dari Singer. Dasar pengujian ini adalah bahwa hemoglobin fetal lebih tahan terhadap denaturasi dengan alkali kuat daripada hemoglobin lain.

Mula-mula dilakukan pencucian terhadap eritrosit penderita dengan larutan saline. Sampel darah yang diperoleh dipusingkan selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm lalu plasmanya dibuang hingga hanya tersisa eritrosit. Tambahkan beberapa ml NaCl 0,85% pada eritrosit, bolak-baliklah tabung dengan perlahan-lahan sampai eritrosit terlarut sempurna. Pusingkan selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Buang supernatan hingga hanya tersisa eritrosit. Ulangi pencucian hingga 3-4 kali.

Ambil 1 ml (1000μl ) eritrosit yang telah dicuci larutkan dalam 1,4 ml aquadest, dikocok kuat-kuat (vortex). Tambahkan 0,4 ml (400μl) Toluene, kocok lagi kuat-kuat (vortex) kemudian pusingkan selama 15 menit dengan kecepatan 3.000 rpm. Pisahkan lapisan toluene (atas) dan sumbatan protein (tengah) menggunakan pipet pastur. Saring lapisan paling bawah yang berwarna merah jernih dengan kertas Whartman No.1. Filtrat yang didapatkan adalah hemolisat, tampung dalam tabung lain yang bersih.

Masukkan 1,6 ml KOH 0,08 N dalam tabung lalu inkubasi 20oC selama 5-10 menit. Tambahkan 0,1 ml (100μl) hemolisat, campur dan diamkan selama 60 detik. Tambahkan 3,4 ml Ammonium sulfat setengah jenuh dan segera dicampur dengan cara membolak-balik tabung sebanyak 6 kali. Saring larutan dengan kertas Whartman No. 44. Filtrat yang diperoleh diukur intensitas warnanya (absorbans/OD) secara fotokolorimetri pada λ 540 nm.

Selain itu ukurlah juga kadar hemoglobin total. Ke dalam tabung, masukkan 5,0 ml aquadest lalu tambahkan 0,02 ml (20µl) hemolisat. Campur baik-baik hingga homogen. Ukur absorbans pada λ 540 nm.

Hitung kadar HbF sebagai berikut :

Kadar HbF = ( absorbans filtrat : absorbans total ) x 0,203 x 100%


Nilai Rujukan

ANAK : Bayi baru lahir : 60-90%; 1-5 bulan : kurang dari 70%; 6-12 bulan : kurang dari 5%; lebih dari 1 tahun : kurang dari 2%.

DEWASA : 0,4-0,8%


Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium :
- Hemolisis sampel darah
- Spesimen darh yang sudah disimpan melebihi 3 jam dapat memberikan temuan positif palsu.
- Transfusi darah sebelum pengambilan sampel dapt mempengaruhi hasil pemeriksaan.


Selengkapnya klik di sini...

Fragilitas Osmotik Eritrosit

Bila eritrosit berada dalam larutan yang hipotonis, cairan yang kadar osmolalitasnya lebih rendah daripada plasma atau serum normal (kurang dari 280 mOsm/kg)

Uji fragilitas osmotik eritrosit (juga disebut resistensi osmotik eritrosit) dilakukan untuk mengukur kemampuan eritrosit menahan terjadinya hemolisis (destruksi eritrosit) dalam larutan yang hipotonis. Caranya adalah sebagi berikut : eritrosit dilarutkan dalam larutan salin dengan berbagai konsentrasi. Jika terjadi hemolisis pada larutan salin yang sedikit hipotonis, keadaan ini dinamakan peningkatan fragilitas eritrosit (=penurunan resistensi/daya tahan eritrosit), dan apabila hemolisis terjadi pada larutan salin yang sangat hipotonis, keadaan ini mengindikasikan penurunan fragilitas osmotik (=peningkatan resistensi eritrosit).

Hemoglobin keluar dari sel pada masing-masing tabung yang berisi larutan NaCl yang kadarnya berbeda-beda. Kadar Hb kemudian ditentukan secara fotokolorimetrik. Hasilnya dilaporkan dalam persentase (%) hemolisis. Kumpulan hasil-hasil hemolisis diplot dalam suatu kurva dibandingkan dengan data eritrosit normal. Pada keadaan peningkatan fragilitas, eritrosit biasanya berbentuk sferis, dan kurva tampak bergeser ke kanan. Sedangkan pada penurunan fragilitas, eritrosit berbentuk tipis dan rata, kurva tampak bergeser ke kiri.


Masalah Klinis
PENURUNAN FRAGILITAS : Talasemia mayor dan minor (anemia Mediterania atau anemia Cooley), anemia (defisiensi besi, defisiensi asam folat, defisiensi vit B6, sel sabit), penyakit hemoglobin C, polisitemia vera, post splenektomi, nekrosis hati akut dan sub akut, ikterik obstruktif.

PENINGKATAN FRAGILITAS : Sferositosis herediter, transfusi (inkompatibilitas ABO dan Rhesus), anemia hemolitik autoimun (AIHA), penyakit hemoglobin C, toksisitas obat atau zat kimia, leukemia limfositik kronis, luka bakar (termal).


Prosedur
Uji ini biasanya dilakukan pada sampel darah segar kurang dari 3 jam dan/atu sampel darah 24 jam yang diinkubasi pada suhu 37oC. Sampel darah yang digunakan berupa darah heparin atau darah “defibrinated”. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman.

Pada pengujian ini dibuat larutan NaCl dengan konsentrasi yang berbeda. Penilaian hasil dengan metode fotokolorimetri (menggunakan alat fotometer atau spektrofotometer).

Sebelum melakukan pengujian, sediakan dulu larutan stock buffer NaCl 10% yang terbuat dari NaCl 9 gram, Na2HPO4 1,365 gram, dan NaH2PO4.H2O 0,215 gram. Bahan-bahan tersebut kemudian dilarutkan dengan aquadest sampai 100 ml. Sebelum digunakan untuk pemeriksaan, buatlah larutan pokok NaCl 1,0% dengan cara melarutkan 5,0 ml stock buffer saline 10% dengan aquadest hingga 50,0 ml. Selanjutnya lakukan pengujian sebagai berikut :
  1. Sediakan 12 buah tabung lalu buatlah pengenceran bertingkat larutan NaCl dengan konsentrasi : 0,85%, 0,75%, 0,65%, 0,60%, 0,55%, 0,50%, 0,45%, 0,40%, 0,35%, 0,30%, 0,20% dan 0,10%, masing-masing sebanyak 5,0 ml. Larutan-larutan NaCl tersebut dibuat dari larutan pokok NaCl 1,0%.
  2. Tambahkan ke dalam tabung-tabung itu masing-masing 50 µl sampel darah. Campur (homogenisasi) dengan cara membolak-balikkan tabung beberapa kali.
  3. Inkubasikan selama 30 menit pada suhu kamar.
  4. Campur (homogenisasi) lagi lalu pusingkan (centrifuge) tiap tabung tersebut selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
  5. Ukur absorbans (OD) dari supernatant pada λ 540 nm dengan blanko supernatant tabung ke-1 (NaCl 0,85%).
  6. Hitung % hemolisis dengan cara membagi absorbans (OD) sampel dengan absorbans (OD) tabung ke-12 dikalikan 100%.
  7. Buat kurva dengan konsentrasi NaCl sebagai axis (x) dan % hemolisis sebagai ordinat (y). Bandingkanlah dengan kurva dari kontrol darah normal.


Nilai Normal

Permulaan hemolisis pada konsentrasi NaCl 0,40% - 0,45%

Hemolisis sempurna pada konsentrasi NaCl 0,30% - 0,35%

Persentase hemolisis dalam keadaan normal adalah :
97 - 100 % hemolisis dalam NaCl 0,30%
50 - 90 % hemolisis dalam NaCl 0,40%
5 - 45 % hemolisis dalam NaCl 0,45%
0 % hemolisis dalam NaCl 0,55%



Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium
  • pH plasma, suhu, konsentrasi glukosa, dan saturasi oksigen pada darah
  • Eritrosit yang berumur lama cenderung memiliki fragilitas osmotik yang tinggi
  • Sampel darah yang diambil lebih dari 3 jam dapat menunjukkan peningkatan fragilitas osmotik.

Selengkapnya klik di sini...

Mengapa Harus Perhatian Pada Mutu ?

Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik, atologi anatomi dan atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 364/MENKES/SK/III/2003).

Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi terpenting dalam diagnostik invitro. Dengan pengukuran dan pemeriksaan laboratorium akan didapatkan data ilmiah yang tajam untuk digunakan dalam menghadapi masalah yang diidentifikasi melalui pemeriksaan klinis dan merupakan bagian esensial dari data pokok pasien. Indikasi permintaan laboratorium merupakan pertimbangan terpenting dalam kedokteran laboratorium. Informasi laboratorium dapat digunakan untuk diagnosis awal yang dibuat berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Analisis laboratorium juga merupakan bagian integral dari penapisan kesehatan dan tindakan preventif kedokteran.

Prof. dr. Hardjoeno, SpPK-K dalam bukunya : Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik, Bagian dari Standar Pelayanan Medik, mengemukakan tujuan dilakukannya pemeriksaan laboratorium adalah :
  1. Menyaring berbagai penyakit dan mengarahkan tes ke penyakit tertentu misalnya dengan urinalisis ditemukan bilirubin dan urobilin positif yang berarti ikterus, maka tes selanjutnya adalah untuk melihat gangguan faal hati.
  2. Menegakkan atau menyingkirkan diagnosis misalnya anemia, malaria, tbc, DM.
  3. Memastikan diagnosis dari diagnosis dugaan, misalnya tifoid, hepatitis B, HIV.
  4. Memasukkan/mengeluarkan dari diagnosis diferensial misalnya pasien dengan panas; tifoid, malaria, dengue hemorrhagic fever (DHF).
  5. Menentukan beratnya penyakit, misalnya hepatitis, infeksi saluran kemih
  6. Menentukan tahap penyakit, misalnya penyakit kronis: tbc paru, sirosis hati.
  7. Menyaring penyakit dalam seleksi calon donor darah.
  8. Membantu menentukan rawat inap, misalnya observasi tifoid, observasi leukemia.
  9. Membantu dalam menentukan terapi atau pengelolaan dan pengendalian penyakit, misalnya leukemia, diabetes.
  10. Membantu ketepatan terapi, misalnya tes kepekaan kuman.
  11. Memonitor terapi, misalnya tes HbA1c pada diabetes, widal pada tifoid.
  12. Menghindari kesalahan terapi dan pemborosan obat setelah ditemukan diagnosis.
  13. Membantu mengikuti perjalanan penyakit, misalnya diabetes, hepatitis.
  14. Memprediksi atau menentukan ramalan (prognosis) penyakit, misalnya dislipidemia dengan penyakit jantung, kanker dengan kematian.
  15. Membantu menentukan pemulangan pasien rawat inap, misalnya bila hasil pemeriksaan laboratorium kembali normal.
  16. Membantu dalam bidang kedokteran kehakiman, misalnya tes untuk membuktikan perkosaan.
  17. Mengetahui status kesehatan umum (general check up)
Oleh karena itu laboratorium klinik menempati kedudukan sentral dalam pelayanan kesehatan. Karena kedudukan yang penting itulah maka tanggung jawab laboratorium klinik bertambah besar, baik tanggung jawab professional (professional responsibility), tanggung jawab teknis (technical responsibility) maupun tanggung jawab pengelolaan (management responsibility).


Dinamika Globalisasi
Usaha pelayanan kesehatan saat ini baru dalam keadaan transformasi yang cepat untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat yang meningkat terus menerus. Selain pentingnya peran dan kedudukan laboratorium klinik dalam upaya pelayanan kesehatan, terdapat faktor lain yang mengharuskan setiap laboratorium berkomitmen terhadap penjaminan mutu. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran laboratorium serta pesatnya arus informasi, tingkat pendidikan masyarakat yang semakin maju, dan adanya peraturan perundang-undangan dan hukum kesehatan telah mendorong tingginya tuntutan akan mutu pelayanan laboratorium klinik.


Mutu Pemeriksaan Laboratorium Klinik
Hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang terbaik adalah apabila tes tersebut teliti, akurat, sensitif, spesifik, cepat, tidak mahal dan dapat membedakan orang normal dari abnormal.

Teliti atau presisi adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang hampir sama pada pemeriksaan yang berulang-ulang dengan metode yang sama. Namun teliti belum tentu akurat.

Tepat atau akurat adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang sama atau mendekati nilai biologis yang sebenarnya (true value), tetapi untuk dapat mencapainya mungkin membutuhkan waktu lama dan biaya yang mahal.

Sensitif adalah kemampuan menentukan substansi pada kadar terkecil yang diperiksa. Secara teoritis tes dengan sensitifitas tinggi sangat dipilih namun karena nilai normalnya sangat rendah misalnya enzim dan hormon, atau tinggi misalnya darah samar, dalam klinik lebih dipilih tes yang dapat menentukan nilai abnormal.
Contoh :
  • Guaiac tes untuk menentukan darah samar dalam feses lebih dipilih daripada benzidin atau orthotoluidin tes yang lebih sensitive. Dalam keadaan normal kedua tes terakhir dapat positif karena + 3cc darah samar terdapat dalam faeses, sedangkan tes pertama positif dalam keadaan abnormal saja.
  • Tes KED dan CRP sensitive untuk perubahan abnormal tetapi tidak spesifik untuk penyakit tertentu.

Spesifik adalah kemampuan mendeteksi substansi pada penyakit yang diperiksa dan tidak dipengaruhi oleh substansi yang lain dalam sampel tersebut, misalnya TPHA (Treponema Palidum Haemaglutination Test). Secara teoritis spesifisitas sebaiknya 100% hingga tidak ada positif palsu (false positive).
Contoh :
Pewarnaan Ziehl Nelson sputum, biakan Lowenstein Jensen dan PCR untuk tbc paru spesitifitasnya 100% tetapi sensitifitasnya misalnya berturut-turut adalah 70%, 100% dan 98%. Tes yang baik adalah bila sensitivitas dan spesitifitasnya 100% atau mendekati 100%.

Cepat berarti tidak memerlukan waktu yang lama dan lekas diketahui oleh dokter yang merawat.

Tidak mahal dan tidak sulit, artinya dapat dimanfaatkan oleh banyak laboratorium dan penderita/orang yang memerlukan pemeriksaan laboratorium.

Pada umumnya untuk tes saring diperlukan tes yang sensitif, cepat dan tidak mahal, sedangkan untuk diagnosis pasti diperlukan tes spesifik yang biasanya lebih mahal. Ketepatan dalam pemanfaatan tes laboratorium untuk mendapatkan diagnosis akurat dan cepat serta jaminan kualitas hasil pemeriksan laboratorium akan menghemat pembiayaan, baik untuk diagnosis, terapi maupun lama rawat inap.
Nilai normal harus ditetapkan oleh masing-masing laboratorium dan dilaporkan bersama-sama dengan hasil pemeriksan. Biasanya praktisi laboratorium melaporkan rentang normal berdasarkan umur dan jenis kelamin, dan dokter menginterpretasi hasil tersebut lebih jauh dengan melihat faktor spesifik lain (mis. diet, aktivitas fisik, kehamilan, dan pengobatan)

Hasil pemeriksan laboratorium dapat mengalami variasi dan bila variasi ini besar (lebih dari 2 SD), maka dianggap menyimpang. Penyebab variasi hasil pemeriksaan laboratorium secara garis besar dipengaruhi oleh faktor-faktor :
  1. Pengambilan spesimen, seperti : antikoagulan, variasi fisiologis pasien (puasa dan tidak puasa, umur, jenis kelamin, latihan fisik, pengobatan, kehamilan, konsumsi tembakau, dsb), cara pengambilan, kontaminasi, dsb.
  2. Perubahan spesimen, seperti : suhu, pH, lisis, bekuan darah lama tidak dipisahkan dari serum, dsb. Perubahan bisa terjadi di dalam laboratorium atau selama pengiriman ke laboratorium.
  3. Personel. Faktor personel yang dapat menimbulkan variasi yang besar pada hasil laboratorium misalnya :
    • Kesalahan administrasi, tertukar dengan pasien lain, kesalahan menyalin pada formulir hasil
    • Kesalahan pembacan, kesalahan penghitungan
    • Kesalahan teknis dalam prosedur pemeriksaan
  4. Prasarana dan sarana laboratorium, misalnya :
    • Gangguan aliran listrik, air bersih.
    • Suhu tidak sesuai dengan suhu yang dianjurkan untuk penentuan tes.
    • Air suling dengan pH yang tidak netral.
    • Reagensia yang tidak baik, tidak murni, rusak atau kadaluwarsa. Bahan standard kurang baik atau tidak ada.
    • Peralatan (fotometer, pipet, dsb) tidak akurat.
  5. Kesalahan sistematis (systematic error), yaitu berkaitan dengan metode pemeriksan (alat, reagensia, dsb)
  6. Kesalahan acak (random error). Variasi hasil yang tidak dapat dihindarkan apabila dilakukan pemeriksaan berturut-turut pada sampel yang sama walaupun prosedur pemeriksaan dilakukan dengan cermat.

Manajemen Mutu
Laboratorium klinik bagaikan sebuah industri, dimana sampel yang diterima merupakan bahan bakunya, sedangkan hasil pemeriksaan yang dikeluarkan merupakan produk yang dihasilkan. Hasil pemeriksaan yang dikeluarkan harus dapat dijamin mutunya. Untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu pemeriksaan, maka perlu penataan faktor-faktor sebagai berikut :
  1. Sumber Daya Manusia (SDM)
    • SDM yang kompeten, handal, profesional
    • Penerapan Continuing Education, Profesional Development Program untuk meningkatkan mutu SDMb. Manajemen dan kepemimpinan, pembiayaan dan komunikasi berkesinambungan bertumpu pada Total Quality Management (TQM) dan Continous Quality Improvement (CQI)
  2. Sarana-prasarana dan alat (SPA)
    • Penyediaan sumber energi dan air bersih
    • Pengadan peralatan dan reagensia yang berkualitas
  3. Sistem, prosedur & mekanisme kerja (SPM)
    • Penetapan dan penerapan Standard Operating Procedure (SOP)
    • Penerapan quality control (QC), baik intralab maupun ekstralab.
      Program kontrol dalam laboratorium (intralab) atau Pemantapan Mutu Internal (PMI) ialah program pemantapan mutu, pengecekan dengan nilai baku, penggunaan metode, alat, reagen dan prosedur yang benar untuk melihat ketelitian, keakuratan, sensitifitas dan spesitifitas pemeriksaan hingga menghasilkan hasil yang secara klinis dapat dipercaya.
      Program kontrol kualitas ekstralab atau Pemantapan Mutu Eksternal (PME) ialah program pemantapan mutu yang dikoordinasikan oleh Depkes atau perkumpulan profesi misalnya PDS-PATKLIN sehingga hasil-hasil laboratorium tersebut dapat dipercaya kebenarannya.
      Hasil yang baik juga menunjukkan mutu laboratorium tersebut baik, termasuk semua yang berkaitan dengan tes yaitu dokter, teknisi, metode, reagensia, peralatan dan sarana lainnya. Di pihak lain, mutu laboratorium klinik yang baik menunjukkan kepercayaan dokter terhadap hasil tes laboratorium tersebut.
    • Penerapan manajemen mutu pelayanan laboratorium, seperti akreditasi, ISO 9001 (Quality Management System), ISO 15189 yang merupakan perpaduan ISO 9001 dengan ISO/IEC 17025 (International Electrotechnical Commission)
    • Implementasi TQM, CQI, service satisfaction, customer satisfaction, dsb.
    • Penerapan Standar Keselamatan Kerja

Upaya mencapai tujuan laboratorium klinik yakni tercapainya pemeriksaan yang bermutu diperlukan strategi dan perencanaan manajemen mutu yang didasari Quality Management Science (QMS) dengan suatu model Five–Q, yaitu :
  1. Quality Planning (QP)
    Pada saat akan menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan di laboratorium, perlu merencanakan dan memilih jenis metode, reagen, bahan, alat, sumber daya manusia dan kemampuan yang dimiliki laboratorium.
  2. Quality Laboratory Practice (QLP)
    Membuat pedoman, petunjuk dan prosedur tetap yang merupakan acuan setiap pemeriksaan laboratorium. Standar acuan ini digunakan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya variasi yang akan mempengaruhi mutu pemeriksaan.
  3. Quality Control (QC)
    Pengawasan sistematis periodik terhadap : alat, metode, dan reagen. QC lebih berfungsi untuk identifikasi ketika sebuah kesalahan terjadi
  4. Quality Assurance (QA)
    Mengukur kinerja pada tiap tahap siklus tes laboratorium: pra analitik, analitik dan pasca analitik. Jadi, QA merupakan pengamatan keseluruhan input-proses-output/outcome, dan menjamin pelayanan dalam kualitas tinggi dan memenuhi kepuasan pelanggan. Tujuan QA adalah untuk mengembangkan produksi hasil yang dapat diterima secara konsisten, jadi lebih berfungsi untuk mencegah kesalahan terjadi (antisipasi error).
    Indikator kinerja QA adalah :
    • Manajemen sampel : phlebotomy, preparasi spesimen
    • Manajemen proses : turn around time (waktu tunggu), STAT atau cyto, pelaporan hasil, pemeliharaan alat
    • Manajemen SDM : kompetensi, Continuing Education, Profesional Development Programm.
    • Keselamatan kerja : kecelakaan jarum suntik (needle stick injury), kimiawi & biologis.
  5. Quality Improvement (QI)
    Dengan melakukan QI, penyimpangan yang mungkin terjadi akan dapat dicegah dan diperbaiki selama proses pemeriksaan berlangsung.

Langkah-langkah Five Q merupakan implementasi manajemen mutu laboratorium yang berujung pada Continous Quality Improvement (CQI), menjamin pelayanan berstandar tinggi dan terwujudnya kepuasan pelanggan. Hal ini membutuhkan komitmen pimpinan (Top Management).

Selengkapnya klik di sini...

PEMANTAPAN MUTU PRA-ANALITIK PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi penting dalam diagnosis invitro. Setidaknya terdapat 5 alasan penting mengapa pemeriksaan laboratorium diperlukan, yaitu : skrining, diagnosis, pemantauan progresifitas penyakit, monitor pengobatan dan prognosis penyakit. Oleh karena itu setiap laboratorium harus dapat memberikan data hasil tes yang teliti, cepat dan tepat.

Dalam proses pengendalian mutu laboratorium dikenal ada tiga tahapan penting, yaitu tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik. Pada umumnya yang sering sering diawasi dalam pengendalian mutu hanya tahap analitik dan pasca analitik yang lebih cenderung kepada urusan administrasi, sedangkan proses pra analitik kurang mendapat perhatian.

Kesalahan pada proses pra-analitik dapat memberikan kontribusi sekitar 61% dari total kesalahan laboratorium, sementara kesalahan analitik 25%, dan kesalahan pasca analitik 14%. Proses pra-analitik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : pra-analitik ekstra laboratorium dan pra-analitik intra laboratorium. Proses-proses tersebut meliputi persiapan pasien, pengambilan spesimen, pengiriman spesimen ke laboratorium, penanganan spesimen, dan penyimpanan spesimen.


PERSIAPAN PASIEN
Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan pemeriksaan laboratorium bagi pasien. Dokter dibantu oleh paramedis diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tindakan apa yang akan dilakukan, manfaat dari tindakan itu, dan persyaratan apa yang harus dilakukan oleh pasien. Informasi yang diberikan harus jelas agar tidak menimbulkan ketakutan atau persepsi yang keliru bagi pasien. Pemilihan jenis tes yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan kondisi klinis pasien akan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Ketaatan pasien akan instruksi yang diberikan oleh dokter atau paramedis sangat berpengaruh terhadap hasil laboratorium; tidak diikutinya instruksi yang diberikan akan memberikan penilaian hasil laboratorium yang tidak tepat. Hal yang sama juga dapat terjadi bila keluarga pasien yang merawat tidak mengikuti instruksi tersebut dengan baik.

Ada beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari proses pra-analitik yang dapat mempengaruhi keandalan pengujian laboratorium, tapi yang hampir tidak dapat diidentifikasi oleh staf laboratorium. Ini terutama mencakup variabel fisik pasien, seperti latihan fisik, puasa, diet, stres, efek posisi, menstruasi, kehamilan, gaya hidup (konsumsi alkohol, rokok, kopi, obat adiktif), usia, jenis kelamin, variasi diurnal, pasca transfusi, pasca donasi, pasca operasi, ketinggian. Karena variabel tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa variabel biokimia dan hematologi, maka gaya hidup individu dan ritme biologis pasien harus selalu dipertimbangkan sebelum pengambilan sampel.


PERSIAPAN PENGUMPULAN SPESIMEN

Spesimen yang akan diperiksa laboratorium haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  • Jenisnya sesuai jenis pemeriksaan
  • Volume mencukupi
  • Kondisi baik : tidak lisis, segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, tidak berubah bentuk, steril (untuk kultur kuman)
  • Pemakaian antikoagulan atau pengawet tepat
  • Ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat
  • Identitas benar sesuai dengan data pasien

Sebelum pengambilan spesimen, periksa form permintaan laboratorium. Identitas pasien harus ditulis dengan benar (nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam medis, dsb) disertai diagnosis atau keterangan klinis. Periksa apakah identitas telah ditulis dengan benar sesuai dengan pasien yang akan diambil spesimen.

Tanyakan persiapan yang telah dilakukan oleh pasien, misalnya diet, puasa. Tanyakan juga mengenai obat-obatan yang dikonsumsi, minum alkohol, merokok, dsb. Catat apabila pasien telah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minum alkohol, pasca transfusi, dsb. Catatan ini nantinya harus disertakan pada lembar hasil laboratorium.


1. Peralatan
Peralatan yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  • bersih, kering
  • tidak mengandung deterjen atau bahan kimia
  • terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat dalam spesimen
  • sekali pakai buang (disposable)
  • steril (terutama untuk kultur kuman)
  • tidak retak/pecah, mudah dibuka dan ditutup rapat, ukuran sesuai dengan volume spesimen

2. Antikoagulan
Antikoagulan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah pembekuan darah. Jenis antikoagulan yang dipergunakan harus disesuaikan dengan jenis pemeriksaan yang diminta. Volume darah yang ditambahkan juga harus tepat.


3. Pemilihan Lokasi Pengambilan Spesimen
Tentukan lokasi pengambilan spesimen sesuai dengan jenis spesimen yang diperlukan, seperti :
  • Darah vena umumnya diambil dari vena lengan (median cubiti, vena cephalic, atau vena basilic). Tempat pengambilan tidak boleh pada jalur infus atau transfusi, bekas luka, hematoma, oedema, canula, fistula
  • Darah arteri umumnya diambil dari arteri radialis (pergelangan tangan), arteri brachialis (lengan), atau arteri femoralis (lipat paha).
  • Darah kapiler umumnya diambil dari ujung jari tengah atau jari manis tangan bagian tepi atau pada daerah tumit 1/3 bagian tepi telapak kaki pada bayi. Tempat yang dipilih untuk pengambilan tidak boleh memperlihatkan gangguan peredaran darah seperti sianosis atau pucat.
  • Spesimen untuk pemeriksaan biakan kuman diambil dari tempat yang sedang mengalami infeksi, kecuali darah dan cairan otak.

4. Waktu Pengambilan
Penentuan waktu pengambilan spesimen penting untuk diperhatikan.
  • Umumnya pengambilan dilakukan pada waktu pagi (ideal)
  • Spesimen untuk kultur kuman diambil sebelum pemberian antibiotik
  • Spesimen untuk pemeriksaan GO diambil 2 jam setelah buang air yang terakhir
  • Spesimen untuk malaria diambil pada waktu demam
  • Spesimen untuk mikrofilaria diambil pada tengah malam
  • Spesimen dahak untuk pemeriksaan BTA diambil pagi hari setelah bangun tidur
  • Spesimen darah untuk pemeriksaan profil besi diambil pada pagi hari dan setelah puasa 10-12 jam


PENGAMBILAN SPESIMEN
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengambilan spesimen adalah :
  1. Tehnik atau cara pengambilan. Pengambilan spesimen harus dilakukan dengan benar sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang ada.
  2. Cara menampung spesimen dalam wadah/penampung.
    • Seluruh sampel harus masuk ke dalam wadah (sesuai kapasitas), jangan ada yang menempel pada bagian luar tabung untuk menghindari bahaya infeksi.
    • Wadah harus dapat ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi berdiri untuk mencegah spesimen tumpah.
    • Memindahkan spesimen darah dari syringe harus memperhatikan hal-hal seperti berikut :
      • Darah harus segera dimasukkan dalam tabung setelah sampling.
      • Lepaskan jarum, alirkan darah lewat dinding tabung perlahan-lahan agar tidak terjadi hemolisis.
      • Untuk pemeriksaan kultur kuman dan sensitivitas, pemindahan sampel ke dalam media dilakukan dengan cara aseptik
      • Pastikan jenis antikoagulan dan volume darah yang ditambahkan tidak keliru.
      • Homogenisasi segera darah yang menggunakan antikoagulan dengan lembut perlahan-lahan. Jangan mengkocok tabung keras-keras agar tidak hemolisis.
    • Menampung spesimen urin
      • Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar
      • Sebaiknya pasien diinstruksikan membuang urine yang mula-mula keluar sebelum mengumpulkan urine untuk diperiksa.
      • Untuk mendapatkan specimen clean catch diperlukan cara pembersihan lebih sempurna :
        • Mulut uretra dibersihkan dengan sabun dan kemudian membilasnya sampai bersih.
        • Penderita wanita harus lebih dulu membersihkan labia minora, lalu harus merenggangkannya pada waktu kencing.
      • Perempuan yang sedang menstruasi atau yang mengeluarkan banyak secret vagina, sebaiknya memasukkan tampon sebelum mengumpulkan specimen.
      • Bagian luar wadah urine harus dibilas dan dikeringkan setelah spesimen didapat dan keterangan tentang pemeriksaan harus jelas dicantumkan.
    • Menampung spesimen tinja
      • Sampel tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan. Jika sangat diperlukan, sampel tinja juga dapat diperoleh dari pemeriksaan colok dubur.
      • Masukkan sampel ke dalam wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, dapat ditutup rapat, dapat dibuka dengan mudah dan bermulut lebar.
    • Menampung spesimen dahakPenting untuk mendapatkan sekret bronkial dan bukan ludah atau sekret hidung.
      • Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar. Untuk pewarnaan BTA, jangan gunakan wadah yang mengandung bercak lilin atau minyak, sebab zat ini dapat dilihat sebagai bintik-bintik tahan asam dan dapat menyulitkan penafsiran.
      • Sebelum pengambilan spesimen, penderita diminta berkumur dengan air, bila mungkin gosok gigi terlebih dulu. Bila memakai gigi palsu, sebaiknya dilepas dulu.
      • Pada saat pengambilan spesimen, penderita berdiri tegak atau duduk tegak
      • Penderita diminta untuk menarik nafas dalam 2 – 3 kali kemudian keluarkan nafas bersamaan dengan batuk yang kuat dan berulang kali sampai dahak keluar.
      • Dahak yang dikeluarkan langsung ditampung dalam wadah dengan cara mendekatkan wadah ke mulut.
      • Amati keadaan dahak. Dahak yang memenuhi syarat pemeriksaan akan tampak kental purulen dengan volume cukup ( 3 – 5 ml )
      • Tutup wadah dengan rapat untuk menghindari kontaminasi dari udara dan secepatnya dikirim ke laboratorium.

Sumber-sumber kesalahan pada pengambilan spesimen darah :
  1. Pemasangan turniquet terlalu lama dapat menyebabkan :
    • Protein (termasuk enzim) , Ca2+, laktat , fosfat, dan Mg2+ meningkat
    • pH menurun, hemokonsentrasi
    • PPT dan APTT mungkin memendek karena pelepasan tromboplastin jaringan ke dalam sirkulasi darah
  2. Pemompaan menyebabkan kalium, laktat, glukosa, dan Mg2+ meningkat, sedangkan pH menurun
  3. Pengambilan darah terlalu lama (tidak sekali tusuk kena) dapat menyebabkan :
    • trombosit dan fibrinogen menurun; PPT dan APTT memanjang
    • kalium, LDH dan SGPT/ALT meningkat
  4. Pengambilan darah pada jalur infus dapat menyebabkan :
    • natrium meningkat pada infus saline
    • kalium meningkat pada infus KCl
    • glukosa meningkat pada infus dextrose
    • PPT, APTT memanjang pada infus heparine.
    • kreatinin, fosfat, LDH, SGOT, SGPT, Hb, Hmt, lekosit, trombosit, eritrosit menurun pada semua jenis infus
  5. Homogenisasi darah dengan antikoagulan yang tidak sempurna atau keterlambatan homogenisasi menyebabkan terbentuknya bekuan darah.
  6. Hemolisis dapat menyebabkan peningkatan K+, Mg2+, fosfat, aminotransferase, LDH, fosfatase asam total


IDENTIFIKASI SPESIMEN
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen adalah tahapan yang harus dilakukan karena merupakan hal yang sangat penting. Pemberian identitas meliputi pengisian formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dan pemberian label pada wadah spesimen. Keduanya harus cocok sama. Pemberian identitas ini setidaknya memuat nama pasien, nomor ID atau nomor rekam medis serta tanggal pengambilan. Kesalahan pemberian identitas dapat merugikan.
Untuk spesimen berisiko tinggi (HIV, Hepatitis) sebaiknya disertai tanda khusus pada label dan formulir permintaan laboratorium.


PENGIRIMAN SPESIMEN KE LABORATORIUM
Spesimen yang telah dikumpulkan harus segera dikirim ke laboratorium.
  1. Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa spesimen telah memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan masing-masing pemeriksaan.
  2. Apabila spesimen tidak memenuhi syarat agar diambil / dikirim ulang.
  3. Pengiriman spesimen disertai formulir permintaan yang diisi data yang lengkap. Pastikan bahwa identitas pasien pada label dan formulir permintaan sudah sama.
  4. Secepatnya spesimen dikirim ke laboratorium. Penundaan pengiriman spesimen ke laboratorium dapat dilakukan selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan spesimen. Penundaan terlalu lama akan menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi yang dapat menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan, seperti :
    • Penurunan kadar natrium ( Na+ ), glukosa darah, angka lekosit, angka trombosit.
    • Perubahan morfologi sel darah pada pemeriksaan mikroskopik
    • PPT / APTT memanjang.
    • Peningkatan kadar kalium ( K+ ), phosphate, LDH, SGPT.
    • Lisisnya sel pada sample LCS, transudat, eksudat.
    • Perkembangbiakan bakteri
    • Penundaan pengiriman sampel urine :
      • Unsur-unsur yang berbentuk dalam urine (sediment), terutama sel-sel eritrosit, lekosit, sel epitel dan silinder mulai rusak dalam waktu 2 jam.
      • Urat dan fosfat yang semula larut akan mengendap, sehingga menyulitkan pemeriksaan mikroskopik atas unsur-unsur lain.
      • Bilirubin dan urobilinogen teroksidasi bila berkepanjangan terkena sinar matahari.
      • Bakteri-bakteri akan berkembang biak yang akan menyebabkan terganggunya pemeriksaan bakteriologis dan pH.
      • Jamur akan berkembang biak
      • Kadar glukosa mungkin menurun dan kalau semula ada, zat-zat keton dapat menghilang.Apabila akan ditunda pengirimannya dalam waktu yang lama spesimen harus disimpan dalam refrigerator/almari es pada suhu 2 – 8 oC paling lama 8 jam.
  5. Pengiriman sample sebaiknya menggunakan wadah khusus, misalnya berupa kotak atau tas khusus yang tebuat dari bahan plastik, gabus (styro-foam) yang dapat ditutup rapat dan mudah dibawa.


PENANGANAN SPESIMEN
  • Identifikasi dan registrasi spesimen
  • Seluruh spesimen harus diperlakukan sebagai bahan infeksius
  • Patuhi cara pengambilan spesimen dan pengisian tabung yang benar
  • Gunakan sentrifus yang terkalibrasi
  • Segera pisahkan plasma atau serum dari darah dalam tabung lain, tempeli label
  • Segera distribusikan spesimen ke ruang pemeriksaan


PENYIMPANAN SPESIMEN
  • Penyimpanan spesimen dilakukan jika pemeriksaan ditunda atau spesimen akan dikirim ke laboratorium lain
  • Lama penyimpanan harus memperhatikan, jenis pemeriksaan, wadah dan stabilitasnya
  • Hindari penyimpanan whole blood di refrigerator
  • Sampel yang dicairkan (setelah dibekukan) harus dibolak-balik beberapa kali dan terlarut sempurna. Hindari terjadinya busa.
  • Simpan sampel untuk keperluan pemeriksaan konfirmasi / pengulangan
  • Menyimpan spesimen dalam lemari es dengan suhu 2-8ºC, suhu kamar, suhu -20ºC, -70ºC atau -120ºC jangan sampai terjadi beku ulang.
  • Untuk jenis pemeriksaan yang menggunakan spesimen plasma atau serum, maka plasma atau serum dipisahkan dulu baru kemudian disimpan.
  • Memberi bahan pengawet pada spesimen
  • Menyimpan formulir permintaan lab di tempat tersendiri

Waktu penyimpanan spesimen dan suhu yang disarankan :
  • Kimia klinik : 1 minggu dalam referigerator
  • Imunologi : 1 minggu dalam referigerator
  • Hematologi : 2 hari pada suhu kamar
  • Koagulasi : 1 hari dalam referigerator
  • Toksikologi : 6 minggu dalam referigerator
  • Blood grouping : 1 minggu dalam referigerator


Siapa yang Terlibat Dalam Proses Pra-Analitik?
Selalu ada beberapa orang yang terlibat dalam proses pra-analitik, yaitu pasien, dokter, paramedis/perawat, petugas layanan transportasi, analis dan dokter laboratorium; mereka semua berbagi tanggung jawab terhadap mutu bahan spesimen dan harus memahami pentingnya tahap pra-analtik, serta mengenali kemungkinan penyebab kesalahan dan konsekuensi mereka untuk hasil pemeriksaan.

Komunikasi antara dokter, paramedis/perawat, petugas layanan transportasi, analis dan dokter laboratorium harus selalu ditingkatkan dalam bentuk komunikasi langsung, telepon, atau media lainnya. Lebih baik kalau laboratorium dapat membuat pedoman atau semacam SOP mengenai pengumpulan spesimen untuk penggunaan oleh bagian lain. Pedoman tersebut harus ditinjau ulang oleh supervisor laboratorium. Laboratorium juga perlu menetapkan prosedur untuk penanganan spesimen dan prosedur untuk manajemen spesimen (penerimaan atau penolakan spesimen).


Selengkapnya klik di sini...