Pengambilan Sampel Darah Vena pada Pasien yang Terpasang Intravena (IV) Lines

Agar dapat diperoleh spesimen darah yang memenuhi syarat uji laboratorium, maka prosedur pengambilan sampel darah harus dilakukan dengan benar, mulai dari persiapan peralatan, pemilihan jenis antikoagulan, pemilihan letak vena, teknik pengambilan sampai dengan pelabelan (klik di sini untuk melihat prosedur pengambilan sampel darah).

Pemilihan letak vena menjadi perhatian penting ketika pasien terpasang intravena (IV) line, misalnya infus. Prinsipnya, pengambilan sampel darah tidak boleh dilakukan pada lengan yang terpasang infus. Jika salah satu lengan terpasang infus, maka pengambilan darah dilakukan pasa lengan yang tidak terpasang infus. Jika kedua lengan terpasang infus, lakukan pengambilan pada vena kaki. Lalu bagaimana jika seluruh akses vena tidak memungkinkan untuk dilakukan pengambilan sampel darah? Berikut ini adalah teknik pengambilan sampel darah pada pasien yang terpasang infus atau IV-lines (contoh kasus pasien luka bakar di atas 70%).

Aternatif 1
Jika memungkinkan, lakukan pengambilan darah pada lengan yang tidak terpasang infus.

Alternatif 2
Jika tidak memungkinkan, lakukan pengambilan sampel darah di daerah kaki.

Alternatif 3
Jika tidak ada akses vena di tempat lain, lakukan pengambilan sampel darah pada lengan yang terpasang infus dengan cara :
  1. Mintalah perawat untuk menghentikan aliran infus selama minimal 2 menit sebelum pengambilan.
  2. Pasang tourniquet pada bagian sebelah bawah jarum infus.
  3. Lakukan pengambilan sampel darah pada vena yang berbeda dari yang terpasang infus atau di bagian bawah vena yang terpasang infus.
  4. Mintalah perawat untuk me-restart infus setelah spesimen dikumpulkan.
  5. Buatlah catatan bahwa spesimen dikumpulkan dari lengan yang terpasangi infus beserta jenis cairan infus yang diberikan. Tulislah informasi ini pada lembar permintaan lab.
Alternatif 4
Jika hanya ada satu saja akses vena di tempat yang terpasang infus, maka :
  1. Hentikan aliran infus seperti cara di atas
  2. Keluarkan darah dari vena tersebut, buang 2-5 ml pertama, dan tampung aliran sampel darah selanjutnya dalam tabung.
  3. Mintalah perawat untuk me-restart infus setelah spesimen dikumpulkan.
  4. Buatlah catatan bahwa spesimen dikumpulkan dari lengan yang terpasangi infus beserta jenis cairan infus yang diberikan. Tulislah informasi ini pada lembar permintaan lab.

Perhatian : Pemilihan alternatif 3 dan 4 harus dengan ijin dan pengawasan dokter. Phlebotomis dapat bekerjasama dengan perawat untuk prosedur pengambilan ini.
Selengkapnya klik di sini...

Troponin

Troponin adalah protein spesifik yang ditemukan dalam otot jantung dan otot rangka. Bersama dengan tropomiosin, troponin mengatur kontraksi otot. Kontraksi otot terjadi karena pergerakan molekul miosin di sepanjang filamen aktin intrasel. Troponin terdiri dari tiga polipeptida :
  1. Troponin C (TnC) dengan berat molekul 18.000 dalton, berfungsi mengikat dan mendeteksi ion kalsium yang mengatur kontraksi.
  2. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
  3. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin.
Dari tiga polipeptida tersebut, hanya bentuk troponin I (cTnI) dan troponin T (cTnT) yang ditemukan di dalam sel-sel miokardium, tidak pada jenis otot lain.

cTnI dan cTnT dikeluarkan ke dalam sirkulasi setelah cedera miokardium. Sel-sel otot rangka mensintesis molekul troponin yang secara antigenis berbeda dengan troponin jantung.

Pembebasan troponin jantung dari miokardium yang cedera terjadi dalam dua fase. Pertama, pada kerusakan awal beberapa troponin jantung dengan cepat keluar dari sel-sel miokardium dan masuk ke dalam sirkulasi bersama dengan CK-MB dan memuncak pada 4-8 jam. Dengan demikian, kemunculan akut troponin jantung mengisyaratkan IMA. Kedua, troponin jantung juga dibebaskan dari aparatus kontraktil intrasel. Pelepasan troponin yang berkelanjutan ini memberikan informasi yang setara dengan yang diberikan oleh isoenzim laktat dehidrogenase (LDH) untuk diagnosis konfirmatorik infark miokardium sampai beberapa hari setelah kejadian akutnya.

Keluarnya troponin jantung ke sirkulasi sedikit lebih tertinggal dari mioglobin. Karena itu penggabungan pengukuran mioglobin (sangat sensitif tetapi kurang spesifik untuk cedera miokardium) dan troponin jantung (sangat spesifik untuk cedera miokardium) sangat bermanfat.


Pemakaian Diagnostik

Uji troponin digunakan untuk membantu mendiagnosis serangan jantung, untuk mendeteksi dan mengevaluasi cedera miokardium, dan untuk membedakan nyeri dada karena serangan jantung atau mungkin karena penyebab lainnya.

Selama ini, penanda cedera jantung yang umum digunakan adalah CK-MB dan laktat dehidrogenase (LDH). CK-MB mampu memberikan informasi diagnostik yang tepat, tetapi kadang-kadang menimbulkan hasil positif palsu pada cedera otot lainnya. Hal ini dapat dijumpai, misalnya pada pelari maraton atau pasien dengan distrofi otot yang menghasilkan CK-MB di otot rangka, atau pasien dengan gagal ginjal yang mengalami gangguan mengeluarkan CK-MB dan mioglobin dari sirkulasi. Troponin jantung tetap rendah pada kasus-kasus ini.

Pengukuran LDH sering mangalami gangguan serius oleh hemolisis dan kelainan non-jantung lainnya karena LDH terdapat pada hampir semua jaringan.

Troponin adalah tes yang lebih spesifik untuk serangan jantung daripada tes lainnya (yang mungkin menjadi positif pada cedera otot rangka) dan tetap tinggi untuk jangka waktu beberapa hari setelah serangan jantung. Troponin kadang-kadang meningkat secara menetap pada pasien dengan penyakit miokardium yang tidak memperlihatkan peningkatan mioglobin, CK-MB, atau LDH. Pasien-pasien ini biasanya mengidap angina yang tidak stabil; troponin bisa untuk memantau perkembangan klinis pada penyakit ini secara kuantitatif.

Ketika seorang pasien mengalami serangan jantung, kadar troponin bisa menjadi meningkat dalam darah dalam waktu 3 atau 4 jam setelah cedera dan dapat tetap tinggi selama 1-2 minggu setelah serangan jantung. Pengujian ini tidak terpengaruh oleh kerusakan otot lain, sehingga suntikan, kecelakaan, dan obat-obatan yang dapat merusak otot tidak mempengaruhi kadar troponin.

Peningkatan konsentrasi troponin tidak boleh digunakan sendiri untuk mendiagnosa atau menyingkirkan serangan jantung, sebaiknya disertai pemeriksan laboratorium lainnya, seperti CK-MB, LDH, hsCRP, dan AST. Di samping itu, pemeriksaan fisik, riwayat klinis, dan EKG juga penting. Beberapa orang yang memiliki serangan jantung bisa saja memiliki kadar troponin normal, dan beberapa orang dengan konsentrasi troponin meningkat tidak memiliki cedera jantung yang jelas.


Masalah Klinis

Penting untuk dicatat bahwa troponins jantung adalah penanda dari semua kerusakan otot jantung, bukan hanya infark miokard. Kondisi lain yang langsung atau tidak langsung mengakibatkan kerusakan otot jantung juga bisa meningkatkan kadar troponin. Takikardia berat (misalnya karena takikardia supraventricular) pada seorang individu dengan arteri koroner normal juga dapat menyebabkan peningkatan troponin, misalnya, mungkin karena permintaan oksigen meningkat dan pasokan oksigen yang tidak memadai ke otot jantung.

Troponins juga meningkat pada pasien dengan gagal jantung, kondisi inflamasi (miokarditis dan perikarditis dengan keterlibatan otot jantung yang kemudian disebut myopericarditis), kardiomiopati (kardiomiopati membesar, kardiomiopati hipertrofik atau hipertrofi ventrikel (kiri), kardiomiopati peripartum, kardiomiopati Takotsubo), gangguan infiltrasi (amiloidosis jantung).

Cedera jantung dengan peningkatan troponin juga terjadi pada keadaan jantung memar, defibrilasi dan kardioversi internal atau eksternal. Peningkatan troponin juga meningkat pada beberapa prosedur seperti operasi jantung dan transplantasi jantung, penutupan cacat septum atrium, intervensi koroner perkutan atau ablasi frekuensi radio .

KONDISI NON JANTUNG

Beberapa kondisi non-jantung yang dapat meningkatkan kadar troponin akibat memberi efek tidak langsung pada otot jantung seperti : sepsis (troponin meningkat sekitar 40%; ada peningkatan risiko kematian dan lama tinggal di dalam unit perawatan intensif pada pasien ini), perdarahan gastrointestinal yang parah (terdapat ketidaksesuaian antara permintaan dan pasokan oksigen miokardium), diseksi aorta, peningkatan stress hemodinamik, hipertensi pulmonar, emboli paru, eksaserbasi akut penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), iskemia, gangguan sistem syaraf pusat (perdarahan subaraknoid, stroke, perdarahan intrakranial, kejang), penyakit ginjal stadium akhir, toxin (kalajengking, ular, ubur-ubur, lipan), keracunan (CO, sianida). Pengaruh obat : agen kemoterapi (anthracycline, cyclophosphamide, 5-fluorourasil dan cisplatin) .


Uji Laboratorium

Troponin jantung (cTnT dan cTnI) dapat diukur dengan immunoassay yang baru-baru ini tersedia luas dalam analyzer imunokimia otomatis.

Spesimen untuk pengukuran troponin berupa darah lengkap atau serum. Karena troponin jantung relatif tidak stabil dalam darah lengkap atau serum, maka spesimen harus diproses dan diperiksa segera. Apabila serum harus disimpan, serum harus dibekukan.


Nilai Rujukan

Hasil tes troponin dapat digunakan untuk memantau efektivitas pengobatan IMA dengan trombolisis. Di pasaran, banyak beredar tes komersial jenis Troponin I daripada Troponin T. Namun, belum adanya standardisasi untuk nilai rujukannya masih menjadi kendala.

Menurut Kosasih (2008), nilai rujukan untuk Troponin I (metode immunoassay) :
  • Nilai antara 0,04 dan 0,1 ng/mL diinterpretasikan sebagai tak pasti
  • Nilai di atas o,1 ng/mL diinterpretasikan sebagai nekrosis sebagian sel otot jantung
  • Pada operasi jantung dan takikardia yang berlangsung lama, nilai dapat sedikit lebih tinggi
  • Pada orang normal nilai kurang dari kurang dari 0,2 ng/mL

Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium
- Pengaruh obat (lihat Pengaruh obat)
- Penundaan pengujian

Selengkapnya klik di sini...

Mioglobin

Mioglobin adalah protein yang berukuran kecil (sekitar 17.200 dalton) yang terdapat di otot jantung dan otot rangka, berfungsi menyimpan dan memindahkan oksigen dari hemoglobin dalam sirkulasi ke enzim-enzim respirasi di dalam sel kontraktil. Ketika terjadi kerusakan pada otot, mioglobin dilepas ke dalam sirkulasi darah.

Mioglobin disaring dari darah oleh ginjal dan diekskresikan melalui urin. Jika sejumlah besar mioglobin yang dilepaskan ke dalam aliran darah, seperti setelah trauma parah, mioglobin berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal dan akhirnya mengakibatkan kegagalan ginjal.

Peningkatan mioglobin serum terjadi 2-6 jam setelah terjadi kerusakan jaringan otot jantung atau otot rangka, mencapai kadar tetinggi dalam waktu 8-12 jam, dan kembali normal dalam waktu 18-36 jam. Mioglobin urin dapat dideteksi selama 3-7 hari setelah cedera otot.

Pemakaian Diagnostik
Peningkatan mioglobin darah berarti bahwa telah terjadi kerusakan sangat terbaru pada jantung atau jaringan otot rangka. Karena mioglobin juga ditemukan pada otot rangka, peningkatan kadar dapat terjadi pada pasien yang mengalami kecelakaan, kejang, operasi, atau penyakit otot, seperti distrofi otot.

Mioglobin memiliki sensitivitas yang tinggi untuk cedera otot, namun tidak spesifik untuk jantung. Karena itu mioglobin tidak banyak digunakan untuk mendiagnosis serangan jantung karena Troponin jauh lebih spesifik. Peningkatan mioglobin dalam waktu 12 jam setelah nyeri dada akut harus dikonfirmasi dengan uji enzim jantung (CK, CK-MB dan Troponin), EKG dan tanda-tanda klinis juga harus diperhitungkan untuk memastikan infark miokard akut (AMI).

Kadar mioglobin biasanya sangat rendah atau tidak terdeteksi dalam urin. Tingginya kadar mioglobin urin mengindikasikan peningkatan risiko kerusakan ginjal dan kegagalan. Pengujian tambahan, seperti BUN, kreatinin, dan urine, dilakukan untuk memantau fungsi ginjal. Peningkatan sekresi mioglobin ke urin dapat menyebabkan reaksi dipstick positif untuk darah samar karena adanya aktivitas pseudoperoksidase.

Masalah Klinis
Peningkatan kadar mioglobin serum dapat dijumpai pada infark miokard akut (AMI), cedera otot rangka, luka bakar berat, polimiositis, trauma, prosedur bedah, intoksisitas alkohol akut disertai delirium tremens, gagal ginjal, stress metabolik.

Mioglobinuria (mioglobin dalam urin) dapat dijumpai pada kerusakan miokardium akibat AMI, cedera jaringan otot traumatik, iskemia berat, ketoasidosis diabetik, delirium tremens, infeksi sistemik disertai demam, luka bakar berat, serta distrofi muskular. Tanda-tanda klinis dan uji lainnya harus diperhatikan untuk menentukan penyebab terjadinya mioglobin dalam urin.

Prosedur
Mioglobin diukur dengan immunoassay. Sampel darah vena harus diambil segera setelah AMI akut atau setelah nyeri; pengambilan dilakukan pada saat admission dan setiap 2-3 jam sampai 12 jam. Hindari terjadinya hemolisis. Tidak terdapat pembatasan asupan makanan atau minuman.

Mioglobin stabil dalam darah lengkap atau dalam serum yang disimpan dalam lemari pendingin selama beberapa jam sampai beberapa hari.
Mioglobinuria dapat dideteksi dari sampel urine acak untuk dugaan luka trauma otot yang luas dan kerusakan ginjal.

Nilai Rujukan
Dewasa : 12-90 ng/ml, 12-90 µg/l
- Wanita : 12-75 ng/ml, 12-75 µg/l
- Pria : 20-90 ng/ml, 20-90 µg/l

Urine : tidak terdeteksi

Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium
  • Sampel untuk uji mioglobin serum diambil satu atau dua hari setelah MCI akut atau cedera akut
  • Mengambil sampel urin dalam waktu 3 jam setelah cedera akut. Spesimen urin ulang harus diambil dalm waktu 24 jam setelah terjadi cedera (otot rangka atau jantung)
  • Hemolisis spesimen darah
  • Injeksi intra musculus (IM) atau sehabis latihan berat
Selengkapnya klik di sini...

Laktat Dehidrogenase

Laktat dehidrogenase (LD, LDH) adalah enzim intraseluler yang terdapat pada hampir semua sel yang bermetabolisme, dengan konsentrasi tertinggi dijumpai di jantung, otot rangka, hati, ginjal, otak, dan sel darah merah. LDH merupakan suatu molekul tetramerik yang mengandung empat subunit dari dua bentuk; H (jantung) dan M (otot), yang berkombinasi sehingga menghasilkan lima isoenzim yang diberi nama LDH1 (H4) sampai LDH5 (M4). Isoenzim-isoenzim tersebut memiliki spesifisitas jaringan yang sangat berguna dalam menentukan organ asal, yaitu :
  • LDH1 (HHHH) terdapat di jantung, eritrosit, otak
  • LDH2 (HHHM) terdapat di jantung, eritrosit, otak
  • LDH3 (HHMM) terdapat di paru, otak, ginjal, limpa, pankreas, adrenal, tiroid
  • LDH4 (HMMM) terdapat di hati, otot rangka, ginjal
  • LDH5 (MMMM) terdapat di hati, otot rangka, ileum

Aktivitas LDH total dalam serum diperkirakan meningkat pada hampir semua keadaan penyakit yang mengalami kerusakan atau destruksi sel. Selain itu, aktivitas LDH total juga merupakan indikator yang relatif sensitiv yang menunjukkan sedang berlangsungnya proses patologik. Peningkatan LDH total dan rasio LDH1/LDH2 dengan kadar tertinggi LDH1 bermanfaat untuk memastikan diagnosis infark miokardium (MCI). Kadar LDH meningkat dalam waktu 12-24 jam setelah terjadinya MCI, mencapai puncaknya dalam 2-5 hari dan tetap tinggi hingga 6-12 hari, lalu akan menjadi normal kembali dalam waktu 8-14 hari.

Hemolisis invivo akibat keadan seperti anemia hemolitik, anemia sel sabit, anemia megaloblastik, anemia hemolitik mikroangiopati dan kerusakan mekanis pada eritrosit akibat katup jantung prostetik akan menyebabkan peningkatan kadar LDH, dengan LDH1 lebih besar daripada LDH2

LDH3 berhubungan dengan penyakit paru. Selain itu, LDH2, LDH3, dan LDH4 sering meningkat pada pasien dengan keganasan dan beban tumor yang besar karena metabolisme dan pertukaran sel tumor, kecuali pada tumor germinativum testis dan ovarium yang cenderung menyebabkan peningkatan LDH1 dan LDH2. Peningkatan LDH tersendiri yang terdeteksi pada pemeriksan penyaring perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan keganasan tersamar.

LDH5 keluar dari otot rangka setelah cedera (tetanus, kejang, cedera mekanis, cedera listrik, dsb) dan dari hati pada banyak patologi hati (hepatitis, sirosis, kongesti pasif, dsb). Untuk membedakan sumber peningkatan LDH5 dari otot rangka atau hati, informasi polaenzim lain sangat bermanfat (misal CK, aminotransferase, ALP, GGT).

Penyakit multisistem dapat menyebabkan peningkatan aktifitas LDH total disertai distribusi normal isoenzim. Aktifitas LDH dalam cairan pleura bermanfaat untuk membedakan transudat (ketidakseimbangan hidrostatik dengan LDH rendah) dari eksudat (berasal dari peradangan dengan banyak sel dan LDH tinggi).


Masalah Klinis

Keadaan yang mempengaruhi aktifitas LDH :

PENINGKATAN MENCOLOK (5 kali normal atau lebih) : anemia megaloblastik, karsinomastosis luas, syok septik dan hipoksia, hepatitis, infark ginjal, purpura trombositopenik trombositik.

PENINGKATAN SEDANG (3-5 kali normal) : infark miokardium, infark paru, keadan hemolitik, leukemia, mononukleosis infeksiosa, delirium tremens, distrofi otot.

PENINGKATAN RINGAN (sampai 3 kali normal atau lebih) : sebagian besar penyakit hati, sindrom nefrotik, hipotiroidisme, kolangitis.

Beberapa jenis narkotika dapat meingkatkan aktifitas LDH, yaitu kodein, morfin, meperidin (Demerol).


Uji Laboratorium

Banyak tehnik yang digunakan untuk mengukur isoenzim-isoenzim LDH, seperti pemanasan (LDH5 terurai dan LDH1 stabil), spesifitas substrat (aktivitas hidroksibutirat dehidrogenase sebenarnya adalah LDH1), elektroforesis, dan imunoinhibisi subunit tertentu. Metode yang terbanyak dilakukan adalah elektroforesis. Aktifitas LDH total dalam serum dapat diukur dengan laktat sebagai substrat (LD-L) atau piruvat sebagai substrat (LD-P). Reaksi LD-L paling banyak digunakan.


Spesimen


Spesimen yang diperlukan untuk mengukur aktifitas LDH adalah serum atau cairan tubuh. Spesimen harus bebas dari hemolisis dan apabila akan disimpan, spesimen harus dipisahkan dari bekuan untuk menghindari kemungkinan pengeluaran LDH intrasel. LDH total dan isoenzim LDH stabil pada suhu kamar selama beberapa hari, tetapi rusak apabila dibekukan.


Nilai Rujukan

DEWASA :
  • LDH Total : 100-190 IU/L, 70-250 U/L
  • Isoenzim LDH1 : 14-26%; LDH2 : 27-37%; LDH3 : 13-26%; LDH4 : 8-16%; LDH5 : 6-16%. Perbedaan sebesar 2-4% dianggap normal.

ANAK : Neonatus : 300-1500 IU/L; Anak : 50-150 IU/L, 110-295 U/L.

Nilai rujukan dapat berbeda tergantung metode yang digunakan.


Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium

- Obat narkotik dan injeksi IM dapat meningkatkan kadar
- Hemolisis sampel dapat meningkatkan kadar
- Penyimpanan sampel pada keadan beku dapat menurunkan kadar.
Selengkapnya klik di sini...

Kreatin Kinase

Kreatin kinase (CK) atau juga dikenal dengan nama kreatin fosfokinase (CPK) merupakan enzim yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada otot jantung dan otot rangka, dan dalam konsentrasi rendah pada jaringan otak.

CK adalah suatu molekul dimerik yang terdiri dari sepasang monomer berbeda yang disebut M (berkaitan dengan otot), dan B (berkaitan dengan otak), sehingga terdapat tiga isoenzim yang dapat terbentuk : CK1 (BB), CK2 (MB), dan CK3 (MM). Isoenaim-isoenzim tersebut dibedakan dengan proses elektroforesis, kromatografi pertukaran ion, dan presipitasi imunokimia.
Distribusi isoenzim CK relatif spesifik jaringan. Sumber jaringan utama CK adalah otak dan otot polos (BB), otot jantung (MB dan MM), dan otot rangka (MM; otot rangka normal juga memiliki sejumlah kecul MB, kurang dari 1%).

Pemakaian utama CK untuk kepentingan klinis adalah untuk mendeteksi infark miokardium akut (MCI). Distribusi CK dalam miokardium adalah sekitar 80% MM dan 20 % MB, sedangkan isoenzim di otot rangka hampir seluruhnya adalah MM. Dengan demikian kemunculan mendadak CK-MB dalam serum mengisyaratkan asal dari miokardium, terutama pada situasi klinis yang pasiennya mengalami nyeri dada dan perubahan elektrokardiogram. CK dan CK-MB serum meningkat dalam 4 – 6 jam setelah MCI akut, mencapai puncaknya dalam 18 – 24 jam (> 6 kali kadar normalnya) dan kembali normal dalam 3 – 4 hari, kecuali jika terjadi perluasan infark atau reinfark.

Sensitivitas CK-MB sangat baik (hampir 100%) dengan spesifisitas agak rendah. Peningkatan CK-MB isoenzim dapat menandakan terjadinya kerusakan otot jantung. CK-MB juga dapat meninggi pada kasus-kasus bukan MCI atau non-coronary obstructive myocardial necrosis, seperti peradangan, trauma, degenerasi.

Untuk meningkatkan ketelitian penentuan diagnosis MCI dapat digunakan rasio antara CK-MB dengan CK total. Apabila kadar CK-MB dalm serum melebihi 6 – 10 % dari CK total, dan tes-tes tersebut diperiksa selama 36 jam pertama setelah onset penyakit, maka diagnosis MCI dapat dianggap hampir pasti.


Spesimen

Spesimen yang digunakan untuk uji CK dan CK-MB adalah serum atau plasma heparin dari darah vena. Pengambilan darah untuk uji CK dan CK-MB sebaiknya dilakukan sebelum dilakukan injeksi intra muscular (IM). Sampel serum atau plasma harus bebas dari hemolisis (untuk mencegah pencemaran oleh adenilat kinase) dan disimpan dalam keadaan beku apabila tidak langsung diperiksa. Serum atau plasma dapat digunakan untuk imunoassay CK-MB; antigen stabil pada suhu kamar selama beberap jam sampai beberapa hari, walaupun anlisis harus segera dilakukan untuk menghasilkan informasi yang signifikan secara klinis.


Nilai Rujukan

DEWASA
- Pria : 5 – 35 µg/ml, 30 – 180 IU/l, 55 – 170 U/l pada suhu 37oC (satuan SI)
- Wanita : 5 – 25 µg/ml, 25 – 150 IU/l, 30 – 135 U/l pada suhu 37oC (satuan SI)

ANAK
- Neonatus : 65 – 580 IU/l pada suhu 30oC,
- Anak laki-laki : 0 – 70 IU/l pada suhu 30oC,
- Anak perempuan : 0 – 50 IU/l pada suhu 30oC

Catatan : nilai rujukan tergantung metode yang digunakan, konsultasikan dengan laboratorium yang bersangkutan.


Masalah Klinis

Keadaan yang mempengaruhi peningkatan kadar kreatin kinase :

PENINGKATAN BESAR (Lebih dari 5 kali Normal) : Distrofi otot Duchenne, polimiositis, dermatomiositis, infark miokardium akut (MCI akut)

PENINGKATAN RINGAN – SEDANG (2-4 kali Normal) : Infark miokardium akut (MCI akut), cedera iskemik berat; olah raga berat, taruma, cedera serebrovaskuler (CVA), tindakan bedah; delirium tremens, miopatik alkoholik; infark paru; edema paru (beberapa pasien); hipotiroidisme; psikosis agitatif akut. Pengaruh obat : Injeksi IM, deksametason (Decadron), furosemid (lasix), aspirin (dosis tinggi), ampisilin, karbenisilin, klofibrat.

CK isoenzim :
  • CK-MM : Distrofi muskular, delirium tremens, cedera/trauma remuk, status bedah dan pasca bedah, aktifitas berat, injeksi IM, hipokalemia, hemofilia, hipotiroidisme.
  • CK-MB : MCI akut, angina pektoris berat, bedah jantung, iskemia jantung, miokarditis, hipokalemia, defibrilasi jantung.
  • CK-BB : CVA, perdarahan subaraknoid, kanker pada otak, cedera otak akut, sindrom Reye, embolisme dan infark paru, kejang.

Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium
- Injeksi IM dapat menyebabkan peningkatan kadar CK/CPK total.
- Hemolisis pada sampel
- Aktifitas berat dapat menyebabkan peningkatan kadar.
- Trauma dan tindakan bedah dapat meningkatkan kadar.


Selengkapnya klik di sini...