Anti Streptolisin O (ASO)

Streptokokus grup A (Stretokokus beta hemolitik) dapat menghasilkan berbagai produk ekstraseluler yang mampu merangsang pembentukan antibodi. Antibodi itu tidak merusak kuman dan tidak mempunyai dampak perlindungan, tetapi adanya antibodi itu dalam serum menunjukkan bahwa di dalam tubuh baru saja terdapat streptokokus yang aktif. Antibodi yang dibentuk adalah : antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH), antistreptokinase (anti-SK), anti-desoksiribonuklease B (AND-B) , dan anti nikotinamid adenine dinukleotidase (anti-NADase)

Tes ASO paling banyak digunakan; hasil tes ini positif pada 80% faringitis streptokokus; presentasi ini lebih rendah pada infeksi kulit. ASO muncul kira-kira 1-2 minggu setelah infeksi streptokokus akut, memuncak 3-4 minggu setelah awitan, dan tetap tinggi selama berbulan-bulan. Kadar ASO menurun sampai kadar sebelum sakit dalam waktu 6-12 bulan. ASO positif juga sering dijumpai pada glomerulonefritis, demam rematik, enokarditis bakterial, dan scarlet fever. Banyak anak usia sekolah memiliki kadar titer ASO yang lebih tinggi daripada anak usia pra sekolah dan dewasa.

Tes ASO yang tinggi (tunggal) memberi kesan adanya infeksi streptokokus yang baru lewat atau sedang berjalan.


Nilai Rujukan
  • DEWASA : <>
  • ANAK
    : Bayi baru lahir : sama dengan dosis ibunya, Usia 2 – 5 tahun : < style="font-style: italic;">Usia 12 – 19 tahun

Masalah Klinis
PENURUNAN KADAR
: pengaruh obat (antibiotic)
PENINGKATAN KADAR
: demam rematik akut, glomerulonefritis akut, infeksi streptokokus pada saluran pernapasan atas, arthritis rheumatoid (kadarnya agak naik), penyakit hati disertai dengan hiperglobulinemia, penyakit kolagen (kadarnya agak naik).


Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Terapi antibiotik dapat menurunkan respon antibodi,
  • Peningkatan kadar dapat terjadi pada orang sehat.

Selengkapnya klik di sini...

Faktor Reumatoid

Faktor reumatoid (rheumatoid factor, RF) adalah immunoglobulin yang bereaksi dengan molekul IgG. Karena penderita juga mengandung IgG dalam serum, maka RF termasuk autoantibodi. Faktor penyebab timbulnya RF ini belum diketahui pasti, walaupun aktivasi komplemen akibat adanya interaksi RF dengan IgG memegang peranan yang penting pada rematik artritis (rheumatoid arthritis, RA) dan penyakit-penyakit lain dengan RF positif. Sebagian besar RF adalah IgM, tetapi dapat juga berupa IgG atau IgA.

RF positif ditemukan pada 80% penderita rematik artritis. Kadar RF yang sangat tinggi menandakan prognosis yang buruk dengan kelainan sendi yang berat dan kemungkinan komplikasi sistemik.

RF sering dijumpai pada penyakit autoimun lain, seperti LE, scleroderma, dermatomiositis, tetapi kadarnya biasanya lebih rendah dibanding kadar RF pada rematik arthritis. Kadar RF yang rendah juga dijumpai pada penyakit non-imunologis dan orang tua (di atas 65 tahun).

Uji RF tidak digunakan untuk pemantauan pengobatan karena hasil tes sering dijumpai tetap positif, walaupun telah terjadi pemulihan klinis. Selain itu, diperlukan waktu sekitar 6 bulan untuk peningkatan titer yang signifikan. Untuk diagnosis dan evaluasi RA sering digunakan tes CRP dan ANA.

Uji RF untuk serum penderita diperiksa dengan menggunakan metode latex aglutinasi atau nephelometry.


Nilai Rujukan
DEWASA
: penyakit inflamasi kronis; 1/20-1/80 positif untuk keadaan rheumatoid arthritis dan penyakit lain; > 1/80 positif untuk rheumatoid arthritis.
ANAK : biasanya tidak dilakukan
LANSIA : sedikit meningkat

*Nilai rujukan mungkin bisa berbeda untuk tiap laboratorium, tergantung metode yang digunakan.


Masalah Klinis
PENINGKATAN KADAR : rematik arthritis, LE, dermatomiositis, scleroderma, mononucleosis infeksiosa, leukemia, tuberculosis, sarkoidosis, sirosis hati, hepatitis, sifilis, infeksi kronis, lansia.


Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Hasil uji RF sering tetap didapati positif, tanpa terpengaruh apakah telah terjadi pemulihan klinis.
  • Hasil uji RF bisa positif pada berbagai masalah klinis, seperti penyakit kolagen, kanker, sirosis hati.
  • Lansia dapat mengalami peningkatan titer RF, tanpa menderita penyakit apapun.
  • Akibat keanekaragaman dalam sensitivitas dan spesifisitas uji skrining ini, temuan positif harus diinterpretasikan berdasarkan bukti yang terdapat dalam status klinis pasien.


Selengkapnya klik di sini...

Fosfatase Alkali

Fosfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang diproduksi terutama oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang baru); enzim ini juga berasal dari usus, tubulus proksimalis ginjal, plasenta dan kelenjar susu yang sedang membuat air susu. Fosfatase alkali disekresi melalui saluran empedu. Meningkat dalam serum apabila ada hambatan pada saluran empedu (kolestasis). Tes ALP terutama digunakan untuk mengetahui apakah terdapat penyakit hati (hepatobiliar) atau tulang.

Pada orang dewasa sebagian besar dari kadar ALP berasal dari hati, sedangkan pada anak-anak sebagian besar berasal dari tulang. Jika terjadi kerusakan ringan pada sel hati, mungkin kadar ALP agak naik, tetapi peningkatan yang jelas terlihat pada penyakit hati akut. Begitu fase akut terlampaui, kadar serum akan segera menurun, sementara kadar bilirubin tetap meningkat. Peningkatan kadar ALP juga ditemukan pada beberapa kasus keganasan (tulang, prostat, payudara) dengan metastase dan kadang-kadang keganasan pada hati atau tulang tanpa matastase (isoenzim Regan).

Kadar ALP dapat mencapai nilai sangat tinggi (hingga 20 x lipat nilai normal) pada sirosis biliar primer, pada kondisi yang disertai struktur hati yang kacau dan pada penyakit-penyakit radang, regenerasi, dan obstruksi saluran empedu intrahepatik. Peningkatan kadar sampai 10 x lipat dapat dijumpai pada obstruksi saluran empedu ekstrahepatik (misalnya oleh batu) meskipun obstruksi hanya sebagian. Sedangkan peningkatan sampai 3 x lipat dapat dijumpai pada penyakit hati oleh alcohol, hepatitis kronik aktif, dan hepatitis oleh virus.

Pada kelainan tulang, kadar ALP meningkat karena peningkatan aktifitas osteoblastik (pembentukan sel tulang) yang abnormal, misalnya pada penyakit Paget. Jika ditemukan kadar ALP yang tinggi pada anak, baik sebelum maupun sesudah pubertas, hal ini adalah normal karena pertumbuhan tulang (fisiologis). Elektroforesis bisa digunakan untuk membedakan ALP hepar atau tulang. Isoenzim ALP digunakan untuk membedakan penyakit hati dan tulang; ALP1 menandakan penyakit hati dan ALP2 menandakan penyakit tulang.

Jika gambaran klinis tisak cukup jelas untuk membedakan ALP hati dari isoenzim-isoenzim lain, maka dipakai pengukuran enzim-enzim yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan dan pertumbuhan tulang. Enzim-enzim itu adalah : 5’nukleotidase (5’NT), leusine aminopeptidase (LAP) dan gamma-GT. Kadar GGT dipengaruhi oleh pemakaian alcohol, karena itu GGT sering digunakan untuk menilai perubahan dalam hati oleh alcohol daripada untuk pengamatan penyakit obstruksi saluran empedu.

Metode pengukuran kadar ALP umumnya adalah kolorimetri dengan menggunakan alat (mis. fotometer/spektrofotometer) manual atau dengan analizer kimia otomatis. Elektroforesis isoenzim ALP dilakukan untuk membedakan ALP hati dan tulang. Bahan pemeriksaan yang digunakan berupa serum atau plasma heparin.


Nilai Rujukan
  • DEWASA : 42 – 136 U/L, ALP1 : 20 – 130 U/L, ALP2 : 20 – 120 U/L, Lansia : agak lebih tinggi dari dewasa
  • ANAK-ANAK : Bayi dan anak (usia 0 – 20 th) : 40 – 115 U/L), Anak berusia lebih tua (13 – 18 th) : 50 – 230 U/L.

Masalah Klinis
  • PENINGKATAN KADAR : obstruksi empedu (ikterik), kanker hati, sirosis sel hati, hepatitis, hiperparatiroidisme, kanker (tulang, payudara, prostat), leukemia, penyakit Paget, osteitis deforman, penyembuhan fraktur, myeloma multiple, osteomalasia, kehamilan trimester akhir, arthritis rheumatoid (aktif), ulkus. Pengaruh obat : albumin IV, antibiotic (eritromisin, linkomisin, oksasilin, penisilin), kolkisin, metildopa (Aldomet), alopurinol, fenotiazin, obat penenang, indometasin (Indocin), prokainamid, beberapa kontrasepsi oral, tolbutamid, isoniazid, asam para-aminosalisilat.
  • PENURUNAN KADAR
    : hipotiroidisme, malnutrisi, sariawan/skorbut (kekurangan vit C), hipofosfatasia, anemia pernisiosa, isufisiensi plasenta. Pengaruh obat : oksalat, fluoride, propanolol (Inderal)

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Sampel hemolisis,
  • Pengaruh obat-obatan tertentu (lihat pengaruh obat),
  • Pemberian albumin IV dapat meningkatkan kadar ALP 5-10 kali dari nilai normalnya,
  • Usia pasien (mis. Usia muda dan tua dapat meningkatkan kadar ALP),
  • Kehamilan trimester akhir sampai 3 minggu setelah melahirkan dapat meningkatkan kadar ALP.

Bahan bacaan :
  1. D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi Klinik, Edisi 4, EGC, 1990.
  2. E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik, Edisi 2, Karisma Publishing Group, Tangerang, 2008.
  3. Frances K. Widmann, alih bahasa : Siti B. Kresno, R. Gandasoebrata, J. Latu, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9, EGC, 1989.
  4. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, Edisi 9, EGC, Jakarta, 2007.
  5. The Royal College of Pathologists of Australasia, Manual of Use and Interpretation of Pathology Tests, Griffin Press Ltd., Netley, South Australia, 1990.

Selengkapnya klik di sini...

Gamma Glutamil Transferase (GGT)

Gamma-glutamil transferase (gamma-glutamyl transferase, GGT) adalah enzim yang ditemukan terutama di hati dan ginjal, sementara dalam jumlah yang rendah ditemukan dalam limpa, kelenjar prostat dan otot jantung. Gamma-GT merupakan uji yang sensitif untuk mendeteksi beragam jenis penyakit parenkim hati. Kebanyakan dari penyakit hepatoseluler dan hepatobiliar meningkatkan GGT dalam serum. Kadarnya dalam serum akan meningkat lebih awal dan tetap akan meningkat selama kerusakan sel tetap berlangsung.

GGT adalah salah satu enzim mikrosomal yang bertambah banyak pada pemakai alkohol, barbiturat, fenitoin dan beberapa obat lain tertentu. Alkohol bukan saja merangsang mikrosoma memproduksi lebih banyak enzim, tetapi juga menyebabkan kerusakan hati, meskipun status gizi peminum itu baik. Kadar GGT yang tinggi terjadi setelah 12-24 jam bagi orang yang minum alkohol dalam jumlah yang banyak, dan mungkin akan tetap meningkat selama 2-3 minggu setelah asupan alkohol dihentikan. Tes gamma-GT dipandang lebih sensitif daripada tes fosfatase alkalis (alkaline phosphatase, ALP).

Metode pemeriksaan untuk tes GGT adalah spektrofotometri atau fotometri, dengan menggunakan spektrofotometer/fotometer atau alat kimia otomatis. Bahan pemeriksaan yang digunakan berupa serum atau plasma heparin.


Nilai Rujukan
  • DEWASA : Pria : 15 - 90 U/L, Wanita : 10 - 80 U/L, Lansia : sedikit lebih tinggi
  • ANAK-ANAK : Bayi baru lahir : 5 x lebih tinggi daripada dewasa, Prematur : 10 x lebih tinggi dari dewasa, Anak : sama dengan dewasa.
(Nilai normal bisa berbeda untuk tiap lab, tergantung metode yang digunakan)


Masalah Klinis

  • PENINGKATAN KADAR : sirosis hati, nekrosis hati akut dan subakut, alkoholisme, hepatitis akut dan kronis, kanker (hati, pankreas, prostat, payudara, ginjal, paru-paru, otak), kolestasis akut, mononukleosis infeksiosa, hemokromatosis (deposit zat besi dalam hati), DM, steatosis hati / hiperlipoproteinemia tipe IV, infark miokard akut (hari keempat), CHF, pankreatitis akut, epilepsi, sindrom nefrotik. Pengaruh obat : Fenitoin (Dilantin), fenobarbital, aminoglikosida, warfarin (Coumadin).

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Obat fenitoin dan barbiturat dapat menyebabkan tes gamma-GT positif palsu.
  • Asupan alkohol berlebih dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan peningkatan kadar gamma-GT.

Bahan bacaan :
  1. D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi Klinik, Edisi 4, EGC, 1990.
  2. E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik, Edisi 2, Karisma Publishing Group, Tangerang, 2008.
  3. Frances K. Widmann, alih bahasa : Siti B. Kresno, R. Gandasoebrata, J. Latu, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9, EGC, 1989.
  4. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, Edisi 9, EGC, Jakarta, 2007.
  5. The Royal College of Pathologists of Australasia, Manual of Use and Interpretation of Pathology Tests, Griffin Press Ltd., Netley, South Australia, 1990.
Selengkapnya klik di sini...

Protein Serum

Protein adalah suatu makromolekul yang tersusun atas molekul-molekul asam amino yang berhubungan satu dengan yang lain melalui suatu ikatan yang dinamakan ikatan peptida. Sejumlah besar asam amino dapat membentuk suatu senyawa protein yang memiliki banyak ikatan peptida, karena itu dinamakan polipeptida. Secara umum protein berfungsi dalam sistem komplemen, sumber nutrisi, bagian sistem buffer plasma, dan mempertahankan keseimbangan cairan intra dan ekstraseluler. Berbagai protein plasma terdapat sebagai antibodi, hormon, enzim, faktor koagulasi, dan transport substansi khusus.

Protein-protein kebanyakan disintesis di hati. Hepatosit-hepatosit mensintesis fibrinogen, albumin, dan 60 – 80 % dari bermacam-macam protein yang memiliki ciri globulin. Globulin-globulin yang tersisa adalah imunoglobulin (antibodi) yang dibuat oleh sistem limforetikuler.

Penetapan kadar protein dalam serum biasanya mengukur protein total, dan albumin atau globulin. Ada satu cara mudah untuk menetapkan kadar protein total, yaitu berdasarkan pembiasan cahaya oleh protein yang larut dalam serum. Penetapan ini sebenarnya mengukur nitrogen karena protein berisi asam amino dan asam amino berisi nitrogen.

Total protein terdiri atas albumin (60%) dan globulin (40%). Bahan pemeriksaan yang digunakan untuk pemeriksaan total protein adalah serum. Bila menggunakan bahan pemeriksaan plasma, kadar total protein akan menjadi lebih tinggi 3 – 5 % karena pengaruh fibrinogen dalam plasma.

Cara yang paling sederhana dalam penetapan protein adalah dengan refraktometer (dipegang dengan tangan) yang menghitung protein dalam larutan berdasarkan perubahan indeks refraksi yang disebabkan oleh molekul-molekul protein dalam larutan. Indeks refraksi mudah dilakukan dan tidak memerlukan reagen lain, tetapi dapat terganggu oleh adanya hiperlipidemia, peningkatan bilirubin, atau hemolisis.

Saat ini, pengukuran protein telah banyak menggunakan analyzer kimiawi otomatis. Pengukuran kadar menggunakan prinsip penyerapan (absorbance) molekul zat warna. Protein total biasanya diukur dengan reagen Biuret dan tembaga sulfat basa. Penyerapan dipantau secara spektrofotometri pada λ 545 nm. Albumin sering dikuantifikasi sendiri. Sedangkan globulin dihitung dari selisih kadar antara protein total dan albumin yang diukur.

Albumin dapat meningkatkan tekanan osmotik yang penting untuk mempertahankan cairan vaskular. Penurunan albumin serum dapat menyebabkan cairan berpindah dari dalam pembuluh darah menuju jaringan sehingga terjadi edema.

Rasio A/g merupakan perhitungan terhadap distribusi fraksi dua protein yang penting, yaitu albumin dan globulin. Nilai rujukan A/G adalah > 1.0. Nilai rasio yang tinggi dinyatakan tidak signifikan, sedangkan rasio yang rendah ditemukan pada penyakit hati dan ginjal. Perhitungan elektroforesis merupakan perhitungan yang lebih akurat dan sudah menggantikan cara perhitungan rasio A/G.


Nilai Rujukan
  • DEWASA : protein total : 6.0 - 8.0 g/dl; albumin : 3.5 - 5.0 g/dl
  • ANAK : protein total : 6.2 - 8.0 g/dl; albumin : 4.0 - 5.8 g/dl
  • BAYI : protein total : 6.0 - 6.7 g/dl; albumin : 4.4 - 5.4 g/dl
  • NEONATUS : protein total : 4.6 - 7.4 g/dl; albumin : 2.9 - 5.4 g/dl


Masalah Klinis
  • Protein total
    • PENURUNAN KADAR : malnutrisi berkepanjangan, kelaparan, diet rendah protein, sindrom malabsorbsi, kanker gastrointestinal, kolitis ulseratif, penyakit Hodgkin, penyakit hati yang berat, gagal ginjal kronis, luka bakar yang parah, intoksikasi air.
    • PENINGKATAN KADAR : dehidrasi (hemokonsentrasi), muntah, diare, mieloma multipel, sindrom gawat pernapasan, sarkoidosis.
  • Albumin
    • PENURUNAN KADAR : sirosis hati, gagal ginjal akut, luka bakar yang parah, malnutrisi berat, preeklampsia, gangguan ginjal, malignansi tertentu, kolitis ulseratif, enteropati kehilangan protein, malabsorbsi. Pengaruh obat : penisilin, sulfonamid, aspirin, asam askorbat.
    • PENINGKATAN KADAR
      : dehidrasi, muntah yang parah, diare berat. Pengaruh obat : heparin.


Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Diet tinggi lemak sebelum dilakukan pemeriksaan.
  • Sampel darah hemolisis.


Bahan bacan :
  1. Anna Poedjiadi, Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, Jakarta, 1994
  2. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk., Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta, 1992.
  3. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6, EGC, Jakarta, 2007.
  4. Kratz, Alexander et. al., The Plasma Proteins, dalam : Lewandrofwski, Kent (ed.), Clinical Chemistry : Laboratory Management and Clinical Correlations, Lippincott William & Wlkins, Philadelphia, USA, 2002.
  5. Mansjur Hawab, Pengantar Biokimia, Bayumedia Publishing, Malang, 2003.
  6. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit & Dewi Wulandari, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.

Selengkapnya klik di sini...

Bilirubin Serum

Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air. Proses konjugasi ini melibatkan enzim glukoroniltransferase.

Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.

Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak langsung.

Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah.

Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek.

Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin yang ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen yang lazim disebut kenikterus. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa mencapai 12 mg/dl; kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik kerap nampak jika kadar bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Kenikterus timbul karena bilirubin yang berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis.

Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk. Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin direk. Metode pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau spektrofotometri yang mengukur intensitas warna azobilirubin.


Nilai Rujukan


DEWASA : total : 0.1 – 1.2 mg/dl, direk : 0.1 – 0.3 mg/dl, indirek : 0.1 – 1.0 mg/dl
ANAK : total : 0.2 – 0.8 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.
BAYI BARU LAHIR : total : 1 – 12 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.


Masalah Klinis

Bilirubin Total, Direk
  • PENINGKATAN KADAR : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
  • PENURUNAN KADAR : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.
Bilirubin indirek
  • PENINGKATAN KADAR : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat biliribin total, direk)
  • PENURUNAN KADAR : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk)

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat mempengaruhi kadar bilirubin.
  • Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin.
  • Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
  • Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen empedunya akan menurun.
  • Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin.

Bahan bacaan :
  1. D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi Klinik (A Short Text Book of Clinical Pathology), Edisi 4, EGC, Jakarta, 1990.
  2. E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik, Edisi 2, Tangerang, 2008.
  3. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk., Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta, 1992.
  4. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6, EGC, Jakarta, 2007.
  5. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit & Dewi Wulandari, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.


Selengkapnya klik di sini...

Faktor-faktor Pasien yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium

Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium. Faktor-faktor tersebut jika dikelompokkan ada dua kelompok, yaitu faktor di luar pasien dan faktor pasien. Faktor-faktor di luar pasien yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium adalah faktor-faktor yang mencakup seluruh proses, meliputi pra-analitik, analitik dan paska analitik. Sedangkan faktor pasien antara lain diet, obat-obatan, aktifitas fisik, merokok, alkohol, ketinggian, kondisi demam, trauma, variasi circadian rythme, usia, ras, jenis kelamin, kehamilan.


Faktor Diet
Makanan dan minuman dapat mempengaruhi hasil beberapa jenis pemeriksaan laboratorium baik langsung maupun tidak langsung, misalnya pemeriksaan glukosa darah dan trigliserida. Pemeriksaan ini dipengaruhi secara langsung oleh makanan dan minuman. Karena pengaruhnya yang sangat besar, maka pada pemeriksaan glukosa darah, pasien perlu dipuasakan 10 – 12 jam dan untuk pemeriksaan trigliserida, pasien dipuasakan sekurang-kurangnya 12 jam sebelum pengambilan darah.


Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikan baik secara oral maupun cara lainnya akan menyebabkan respon tubuh terhadap obat tersebut. Disamping itu pemberian obat secara intra muskular akan menimbulkan jejas pada otot, sehingga menyebabkan enzim yang dikandung dalam otot tersebut akan masuk ke dalam darah, yang selanjutnya dapat mempengaruhi hasil beberapa pemeriksaan. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium misalnya :
  • Diuretik, cafein menyebabkan hampir seluruh pemeriksaan substrat dan enzim dalam darah akan meningkat karena terjadi hemokonsentrasi, terutama pemeriksaan hemoglobin, hitung jenis lekosit, hematokrit, elektrolit. Pada urine akan terjadi pengenceran
  • Tiazid mempengaruhi hasil tes glukosa, ureum
  • Kontrasepsi oral dapat mempengaruhi hasil tes hormon, LED
  • Morfin dapat mempengaruhi hasil tes enzim hati (AST, ALT)
  • Dan sebagainya (lihat pengaruh obat pada tes laboratorium)

Merokok
Merokok dapat menyebabkan perubahan cepat dan lambat pada kadar zat tertentu yang diperiksa. Perubahan dapat terjadi dengan cepat hanya dalam 1 jam dengan merokok 1 – 5 batang dan akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan kadar asam lemak, epinefrin, gliserol bebas, aldosteron dan kortisol.
Perubahan lambat terjadi pada hitung lekosit, lipoprotein, aktifitas beberapa enzim, hormon, vitamin, petanda tumor dan logam berat.


Alkohol
Konsumsi alkohol juga dapat menyebabkan perubahan cepat dan lambat pada kadar analit. Perubahan cepat dapat terjadi dalam waktu 2 – 4 jam setelah konsumsi alkohol dan akibat yang terjadi adalah peningkatan kadar glukosa, laktat, asam urat dan terjadinya asidosis metabolik. Perubahan lambat berupa peningkatan aktifitas gamma glutamyl transferase (gamma-GT), GOT, GPT, trigliserida, kortisol, dan MCV.


Aktifitas fisik
Aktifitas fisik dapat menyebabkan shift volume antara kompartemen di dalam pembuluh darah dan interstitial, kehilangan cairan karena berkeringat, dan perubahan kadar hormon. Akibatnya akan terjadi perbedaan besar antara kadar glukosa darah di arteri dan vena, serta terjadi perubahan konsentrasi gas darah, asam urat, kreatinin, creatin kinase, GOT, LDH, KED, hemoglobin, hitung sel darah, dan produksi urine.


Demam
Pada waktu demam akan terjadi :
  • Peningkatan glukosa darah pada tahap permulaan, dengan akibat terjadi peningkatan kadar insulin yang akan menyebabkan penurunan glukosa darah pada tahap lebih lanjut.
  • Penurunan kadar kolesterol dan trigliserida pada awal demam akibat terjadinya peningkatan metabolisme lemak, dan terjadi peningkatan asam lemak bebas dan benda-benda keton karena penggunaan lemak yang meningkat pada demam yang sudah lama.
  • Meningkatkan kemungkinan deteksi malaria dalam darah.
  • Meningkatkan kemungkinan hasil biakan positif (pada kasus infeksi).
  • Terjadi reaksi anamnestik yang akan menyebabkan kenaikan titer Widal.

Trauma
Trauma dengan luka perdarahan akan menyebabkan antara lain penurunan kadar substrat maupun aktifitas enzim, termasuk juga hemoglobin, hematokrit dan produksi urine. Hal ini terjadi karena terjadi pemindahan cairan tubuh ke dalam pembuluh darah yang menyebabkan pengenceran darah. Pada tingkat lanjut akan terjadi peningkatan ureum dan kreatinin serta enzim-enzim yang berasal dari otot.


Variasi Circadian Rhythms
Dalam tubuh manusia terjadi perbedaan kadar zat-zat tertentu dari waktu ke waktu yang disebut variasi circadian rhythms. Perubahan kadar zat yang dipengaruhi oleh waktu dapat bersifat linear (garis lurus) seperti umur, dan dapat bersifat siklus seperti siklus harian (variasi diurnal), siklus bulanan (menstruasi) dan musiman.

Variasi diurnal yang terjadi antara lain :
  • Besi serum. Besi serum yang diambil pada sore hari akan lebih tinggi kadarnya daripada pagi hari.
  • Glukosa. Kadar insulin akan mencapai puncaknya pada pagi hari, sehingga apabila tes toleransi glukosa dilakukan pada siang hari, maka hasilnya akan lebih tinggi daripada bila dilakukan pada pagi hari.
  • Enzim. Aktifitas enzim yang diukur akan berfluktuasi disebabkan oleh kadar hormon yang berbeda dari waktu ke waktu.
  • Eosinofil. Jumlah eosinofil menunjukkan variasi diurnal, jumlahnya akan lebih rendah pada malam hari sampai pagi hari daripada siang hari.
  • Kortisol, kadarnya akan lebih tinggi pada pagi hari daripada pada malam hari
  • Kalium. Kalium darah akan lebih tinggi pada pagi hari daripada siang hari.
Selain yang sifatnya harian, dapat terjadi fluktuasi kadar zat dalam tubuh yang bersifat bulanan.
Variasi siklus bulanan umumnya terjadi pada wanita karena terjadi menstruasi dan ovulasi setiap bulan. Pada masa sesudah menstruasi akan terjadi penurunan kadar besi, protein dan fosfat dalam darah disamping perubahan kadar hormon seks. Demikian juga, pada saat ovulasi terjadi peningkatan aldosteron dan renin serta penurunan kadar kolesterol darah.


Umur
Umur berpengaruh terhadap kadar dan aktifitas zat dalam darah. Hitung eritrosit dan kadar hemoglobin jauh lebih tinggi pada neonatus daripada dewasa. Fosfatase alkali, kolesterol total dan kolesterol-LDL akan berubah dengan pola tertentu sesuai dengan pertambahan umur.


Ras
Jumlah lekosit pada orang kulit hitam Amerika lebih rendah daripada orang kulit putihnya. Demikian juga pada aktifitas creatin kinase. Keadaan serupa juga dijumpai pada ras bangsa lain, seperti perbedaan aktifitas amylase, kadar vitamin B12 dan lipoprotein.


Jenis Kelamin
Berbagai kadar dan aktifitas zat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Kadar besi serum dan hemoglobin berbeda pada wanita dan pria dewasa. Perbedaan ini akan menjadi tidak bermakna lagi setelah umur lebih dari 65 tahun. Perbedaan lain berdasarkan jenis kelamin adalah aktifitas CK dan kreatinin.
Perbedaan ini lebih disebabkan karena massa otot pria relatif lebih besar daripada wanita. Sebaliknya, kadar hormon seks wanita, prolaktin, dan kolesterol-HDL akan dijumpai lebih tinggi pada wanita.


Kehamilan
Bila pemeriksaan dilakukan pada wanita hamil, pada saat interpretasi hasil perlu mempertimbangkan masa kehamilan wanita tersebut. Pada kehamilan akan terjadi hemodilusi (pengenceran darah) yang dimulai pada minggu ke-10 kehamilan dan terus meningkat sampai minggu ke-35 kehamilan.
Volume urine akan meningkat 25% pada trimester ke-3.
Selama kehamilan akan terjadi perubahan kadar hormon kelenjar tiroid, elektrolit, besi, ferritin, protein total, albumin, lemak, aktifitas fosfatase alkali, faktor koagulasi dan kecepatan endap darah.
Perubahan tersebut dapat disebabkan karena induksi oleh kehamilan, peningkatan protein transport, hemodilusi, peningkatan volume tubuh, defisiensi relative karena peningkatan kebutuhan atau peningkatan protein fase akut.


Bahan bacaan :
  1. Direktorat Laboratorium Kesehatan Departemen Kesehatn RI, Pedoman Praktek Laboratorium yang Benar (Good Laboratory Practice), Cetakan ke-3, Jakarta, 2004.
  2. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, EGC, Jakarta, 2007.
Selengkapnya klik di sini...

Hitung Trombosit

Trombosit adalah fragmen atau kepingan-kepingan tidak berinti dari sitoplasma megakariosit yang berukuran 1-4 mikron dan beredar dalam sirkulasi darah selama 10 hari. Gambaran mikroskopik dengan pewarnaan Wright – Giemsa, trombosit tampak sebagai sel kecil, tak berinti, bulat dengan sitoplasma berwarna biru-keabu-abuan pucat yang berisi granula merah-ungu yang tersebar merata.

Trombosit memiliki peran dalam sistem hemostasis, suatu mekanisme faali tubuh untuk melindungi diri terhadap kemungkinan perdarahan atau kehilangan darah. Fungsi utama trombosit adalah melindungi pembuluh darah terhadap kerusakan endotel akibat trauma-trauma kecil yang terjadi sehari-hari dan mengawali penyembuhan luka pada dinding pembuluh darah. Mereka membentuk sumbatan dengan jalan adhesi (perlekatan trombosit pada jaringan sub-endotel pada pembuluh darah yang luka) dan agregasi (perlekatan antar sel trombosit).

Orang-orang dengan kelainan trombosit, baik kualitatif maupun kuantitatif, sering mengalami perdarahan-perdarahan kecil di kulit dan permukaan mukosa yang disebut ptechiae, dan tidak dapat mengehentikan perdarahan akibat luka yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Agar dapat berfungsi dengan baik, trombosit harus memadai dalam kuantitas (jumlah) dan kualitasnya. Pembentukan sumbat hemostatik akan berlangsung dengan normal jika jumlah trombosit memadai dan kemampuan trombosit untuk beradhesi dan beragregasi juga bagus.

Beberapa uji laboratorium yang digunakan untuk menilai kualitas trombosit adalah agregasi trombosit, retensi trombosit, retraksi bekuan, dan antibody anti trombosit. Sedangkan uji laboratorium untuk menilai kuantitas trombosit adalah masa perdarahan (bleeding time) dan hitung trombosit

Jumlah trombosit normal adalah 150.000 – 450.000 per mmk darah. Dikatakan trombositopenia ringan apabila jumlah trombosit antara 100.000 – 150.000 per mmk darah. Apabila jumlah trombosit kurang dari 60.000 per mmk darah maka akan cenderung terjadi perdarahan. Jika jumlah trombosit di atas 40.000 per mmk darah biasanya tidak terjadi perdarahan spontan, tetapi dapat terjadi perdarahan setelah trauma. Jika terjadi perdarahan spontan kemungkinan fungsi trombosit terganggu atau ada gangguan pembekuan darah. Bila jumlah trombosit kurang dari 40.000 per mmk darah, biasanya terjadi perdarahan spontan dan bila jumlahnya kurang dari 10.000 per mmk darah perdarahan akan lebih berat. Dilihat dari segi klinik, penurunan jumlah trombosit lebih memerlukan perhatian daripada kenaikannya (trombositosis) karena adanya resiko perdarahan.

Metode untuk menghitung trombombosit telah banyak dibuat dan jumlahnya jelas tergantung dari kenyataan bahwa sukar untuk menghitung sel-sel trombosit yang merupakan partikel kecil, mudah aglutinasi dan mudah pecah. Sukar membedakan trombosit dengan kotoran.

Hitung trombosit dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Metode secara langsung dengan menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop fase kontras dan mikroskop cahaya (Rees-Ecker) maupun secara otomatis. Metode yang dianjurkan adalah penghitungan dengan mikroskop fase kontras dan otomatis. Metode otomatis akhir-akhir ini banyak dilakukan karena bisa mengurangi subyektifitas pemeriksaan dan penampilan diagnostik alat ini cukup baik.

Hitung trombosit secara tidak langsung yaitu dengan menghitung jumlah trombosit pada sediaan apus darah yang telah diwarnai. Cara ini cukup sederhana, mudah dikerjakan, murah dan praktis. Keunggulan cara ini adalah dalam mengungkapkan ukuran dan morfologi trombosit, tetapi kekurangannya adalah bahwa perlekatan ke kaca obyek atau distribusi yang tidak merata di dalam apusan dapat menyebabkan perbedaan yang mencolok dalam perhitungan konsentrasi trombosit. Sebagai petunjuk praktis adalah bahwa hitung trombosit adekuat apabila apusan mengandung satu trombosit per duapuluh eritrosit, atau dua sampai tiga trombosit per lapang pandang besar (minyak imersi). Pemeriksaan apusan harus selalu dilakukan apabila hitung trombosit rendah karena penggumpalan trombosit dapat menyebabkan hitung trombosit rendah palsu.

Bahan pemeriksaan yang dianjurkan untuk pemeriksaan hitung trombosit adalah darah EDTA. Antikoagulan ini mencegah pembekuan darah dengan cara mengikat kalsium dan juga dapat menghambat agregasi trombosit.


Metode langsung (Rees Ecker)

Hitung trombosit secara langsung menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop cahaya. Pada hitung trombosit cara Rees-Ecker, darah diencerkan ke dalam larutan yang mengandung Brilliant Cresyl Blue sehingga trombosit tercat biru muda. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop. Secara mikroskopik trombosit tampak refraktil dan mengkilat berwarna biru muda/lila lebih kecil dari eritrosit serta berbentuk bulat, lonjong atau koma tersebar atau bergerombol. Cara ini memiliki kesalahan sebesar 16-25%, penyebabnya karena faktor teknik pengambilan sampel yang menyebabkan trombosit bergerombol sehingga sulit dihitung, pengenceran tidak akurat dan penyebaran trombosit yang tidak merata.


Metode fase-kontras

Pada hitung trombosit metode fase kontras, darah diencerkan ke dalam larutan ammonium oksalat 1% sehingga semua eritrosit dihemolisis. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop fase kontras. Sel-sel lekosit dan trombosit tampak bersinar dengan latar belakang gelap. Trombosit tampat bulat atau bulat telur dan berwarna biru muda/lila terang. Bila fokus dinaik-turunkan tampak perubahan yang bagus/kontras, mudah dibedakan dengan kotoran karena sifat refraktilnya. Kesalahan dengan metode ini sebesar 8 – 10%.

Metode fase kontras adalah pengitungan secara manual yang paling baik. Penyebab kesalahan yang utama pada cara ini, selain faktor teknis atau pengenceran yang tidak akurat, adalah pencampuran yang belum merata dan adanya perlekatan trombosit atau agregasi.


Modifikasi metode fase-kontras dengan plasma darah

Metodenya sama seperti fase-kontras tetapi sebagai pengganti pengenceran dipakai plasma. Darah dibiarkan pada suhu kamar sampai tampak beberapa mm plasma. Selanjutnya plasma diencerkan dengan larutan pengencer dan dihitung trombosit dengan kamar hitung seperti pada metode fase-kontras.


Metode tidak langsung

Cara ini menggunakan sediaan apus darah yang diwarnai dengan pewarna Wright, Giemsa atau May Grunwald. Sel trombosit dihitung pada bagian sediaan dimana eritrosit tersebar secara merata dan tidak saling tumpang tindih.

Metode hitung trombosit tak langsung adalah metode Fonio yaitu jumlah trombosit dibandingkan dengan jumlah eritrosit, sedangkan jumlah eritrosit itulah yang sebenarnya dihitung. Cara ini sekarang tidak digunakan lagi karena tidak praktis, dimana selain menghitung jumlah trombosit, juga harus dilakukan hitung eritrosit.

Penghitungan trombosit secara tidak langsung yang menggunakan sediaan apus dilakukan dalam 10 lpmi x 2000 atau 20 lpmi x 1000 memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang baik untuk populasi trombosit normal dan tinggi (trombositosis). Korelasinya dengan metode otomatis dan bilik hitung cukup erat. Sedangkan untuk populasi trombosit rendah (trombositopenia) di bawah 100.000 per mmk, penghitungan trombosit dianjurkan dalam 10 lpmi x 2000 karena memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang baik. Korelasi dengan metode lain cukup erat.


Hitung Trombosit Otomatis

Penghitung sel otomatis mampu mengukur secara langsung hitung trombosit selain hitung lekosit dan hitung eritrosit. Sebagian besar alat menghitung trombosit dan eritrosit bersama-sama, namun keduanya dibedakan berdasarkan ukuran. Partikel yang lebih kecil dihitung sebagai trombosit dan partikel yang lebih besar dihitung sebagai eritrosit. Dengan alat ini, penghitungan dapat dilakukan terhadap lebih banyak trombosit. Teknik ini dapat mengalami kesalahan apabila jumlah lekosit lebih dari 100.000/mmk, apabila terjadi fragmentasi eritrosit yang berat, apabila cairan pengencer berisi partikel-partikel eksogen, apabila sampel sudah terlalu lama didiamkan sewaktu pemrosesan atau apabila trombosit saling melekat.


Masalah Klinis
  • PENURUNAN JUMLAH : ITP, myeloma multiple, kanker (tulang, saluran gastrointestinal, otak), leukemia (limfositik, mielositik, monositik), anemia aplastik, penyakit hati (sirosis, hepatitis aktif kronis), SLE, DIC, eklampsia, penyakit ginjal, demam rematik akut. Pengaruh obat : antibiotik (kloromisetin, streptomisin), sulfonamide, aspirin (salisilat), quinidin, quinine, asetazolamid (Diamox), amidopirin, diuretik tiazid, meprobamat (Equanil), fenilbutazon (Butazolidin), tolbutamid (Orinase), injeksi vaksin, agen kemoterapeutik.
  • PENINGKATAN JUMLAH
    : Polisitemia vera, trauma (fraktur, pembedahan), paskasplenektomi, karsinoma metastatic, embolisme pulmonary, dataran tinggi, tuberculosis, retikulositosis, latihan fisik berat. Pengaruh obat : epinefrin (adrenalin)

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Kemoterapi dan sinar X dapat menurunkan hitung trombosit,
  • Pengaruh obat (lihat pengaruh obat),
  • Penggunaan darah kapiler menyebabkan hitung trombosit cenderung lebih rendah,
  • Pengambilan sampel darah yang lamban menyebabkan trombosit saling melekat (agregasi) sehingga jumlahnya menurun palsu,
  • Tidak segera mencampur darah dengan antikoagulan atau pencampuran yang kurang adekuat juga dapat menyebabkan agregasi trombosit, bahkan dapat terjadi bekuan,
  • Perbandingan volume darah dengan antikoagulan tidak sesuai dapat menyebabkan kesalahan pada hasil :
    • Jika volume terlalu sedikit (= EDTA terlalu berlebihan), sel-sel eritrosit mengalami krenasi, sedangkan trombosit membesar dan mengalami disintegrasi.
    • Jika volume terlalu banyak (=EDTA terlalu sedikit) dapat menyebabkan terbentuknya jendalan yang berakibat menurunnya jumlah trombosit.
  • Penundaan pemeriksaan lebih dari 1 jam menyebabkan perubahan jumlah trombosit

Bahan Bacaan :
  1. Dacie, S.J.V. dan Lewis S.M., 1991, Practical Hematology, 7th ed., Longman Singapore Publishers Ptc. Ltd., Singapore.
  2. Gandasoebrata, R., 1992, Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Bandung.
  3. Koepke, J.A., 1991, Practical Laboratory Hematology, 1st ed., Churchill Livingstone, New York.
  4. Laboratorium Patologi Klinik FK-UGM, 1995, Tuntunan Praktikum Hematologi, Bagian Patologi Klinik FK-UGM, Yogyakarta.
  5. Oesman, Farida & R. Setiabudy, 1992, Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolisis, dalam : Setiabudy, R. (ed.), 1992, Hemostasis dan Trombosis, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
  6. Ratnaningsih, T. dan Setyawati, 2003, Perbandingan Antara hitung Trombosit Metode Langsung dan Tidak Langsung Pada Trombositopenia, Berkala Kesehatan Klinik, Vol. IX, No. 1, Juni 2003, RS Dr. Sardjito, Yogyakarta.
  7. Ratnaningsih, T. dan Usi Sukorini, 2005, Pengaruh Konsentrasi Na2EDTA Terhadap Perubahan Parameter Hematologi, FK UGM, Yogyakarta.
  8. Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta.
  9. Widmann, Frances K., alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., 1992, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, hlm. 117-132.
  10. Kee, Joyce LeFever, 2007, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik, Edisi 6, EGC, Jakarta.
Selengkapnya klik di sini...

SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase)

SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya.

SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah :
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L


Masalah Klinis


Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :
  • Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati (toksisitas obat atau kimia)
  • Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT)
  • Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosis biliaris.

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar
  • Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena dapat meningkatkan kadar
  • Hemolisis sampel
  • Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin, karbenisilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin, tetrasiklin), narkotika (meperidin/demerol, morfin, kodein), antihipertensi (metildopa, guanetidin), preparat digitalis, indometasin (Indosin), salisilat, rifampin, flurazepam (Dalmane), propanolol (Inderal), kontrasepsi oral (progestin-estrogen), lead, heparin.
  • Aspirin dapat meningkatkan atau menurunkan kadar.


Bahan bacaan :
  1. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, 1992.
  2. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, EGC, Jakarta, 2007.
  3. Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Cabang Jakarta, SI Units : Tabel Konversi Sisten Satuan SI – Konvensional dan Nilai Rujukan Dewasa – Anak Parameter Laboratorium Klinik, Jakarta, 2004.
  4. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.
  5. The Royal College of Pathologists of Australasia, Manual of Use and Interpretation of Pathology Test, Griffin Press Ltd., Netley, Australia, 1990.

Selengkapnya klik di sini...

SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)

SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama.

SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan fotometer atau spektrofotometer, atau secara otomatis menggunakan chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah :
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L


Masalah Klinis

Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :
  • Peningkatan tinggi ( > 5 kali nilai normal) : kerusakan hepatoseluler akut, infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa
  • Peningkatan sedang ( 3-5 kali nilai normal ) : obstruksi saluran empedu, aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia muscularis
  • Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis, infark paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Injeksi per intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST
  • Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar SGOT/AST
  • Hemolisis sampel darah
  • Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin), antihipertensi (metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif yang keliru.


Bahan bacaan :
  1. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, 1992.
  2. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, EGC, Jakarta, 2007.
  3. Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Cabang Jakarta, SI Units : Tabel Konversi Sisten Satuan SI – Konvensional dan Nilai Rujukan Dewasa – Anak Parameter Laboratorium Klinik, Jakarta, 2004.
  4. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.
  5. The Royal College of Pathologists of Australasia, Manual of Use and Interpretation of Pathology Tests, Griffin Press Ltd., Netley, Australia, 1990.

Selengkapnya klik di sini...

Pengumpulan Sampel Darah

Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal istilah phlebotomy yang berarti proses mengeluarkan darah. Dalam praktek laboratorium klinik, ada 3 macam cara memperoleh darah, yaitu : melalui tusukan vena (venipuncture), tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau nadi. Venipuncture adalah cara yang paling umum dilakukan, oleh karena itu istilah phlebotomy sering dikaitkan dengan venipuncture.


PENGAMBILAN DARAH VENA


Pada pengambilan darah vena (venipuncture), contoh darah umumnya diambil dari vena median cubital, pada anterior lengan (sisi dalam lipatan siku). Vena ini terletak dekat dengan permukaan kulit, cukup besar, dan tidak ada pasokan saraf besar. Apabila tidak memungkinkan, vena chepalica atau vena basilica bisa menjadi pilihan berikutnya. Venipuncture pada vena basilica harus dilakukan dengan hati-hati karena letaknya berdekatan dengan arteri brachialis dan syaraf median.

Jika vena cephalica dan basilica ternyata tidak bisa digunakan, maka pengambilan darah dapat dilakukan di vena di daerah pergelangan tangan. Lakukan pengambilan dengan dengan sangat hati-hati dan menggunakan jarum yang ukurannya lebih kecil.

Lokasi yang tidak diperbolehkan diambil darah adalah :
  • Lengan pada sisi mastectomy
  • Daerah edema
  • Hematoma
  • Daerah dimana darah sedang ditransfusikan
  • Daerah bekas luka
  • Daerah dengan cannula, fistula atau cangkokan vascular
  • Daerah intra-vena lines Pengambilan darah di daerah ini dapat menyebabkan darah menjadi lebih encer dan dapat meningkatkan atau menurunkan kadar zat tertentu.
Ada dua cara dalam pengambilan darah vena, yaitu cara manual dan cara vakum. Cara manual dilakukan dengan menggunakan alat suntik (syring), sedangkan cara vakum dengan menggunakan tabung vakum (vacutainer).

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pengambilan darah vena adalah :
  • Pemasangan turniket (tali pembendung)
    • pemasangan dalam waktu lama dan terlalu keras dapat menyebabkan hemokonsentrasi (peningkatan nilai hematokrit/PCV dan elemen sel), peningkatan kadar substrat (protein total, AST, besi, kolesterol, lipid total)
    • melepas turniket sesudah jarum dilepas dapat menyebabkan hematoma
  • Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh sehingga mengakibatkan masukknya udara ke dalam tabung dan merusak sel darah merah.
  • Penusukan
    • penusukan yang tidak sekali kena menyebabkan masuknya cairan jaringan sehingga dapat mengaktifkan pembekuan. Di samping itu, penusukan yang berkali-kali juga berpotensi menyebabkan hematoma.
    • tutukan jarum yang tidak tepat benar masuk ke dalam vena menyebabkan darah bocor dengan akibat hematoma
  • Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol menyebabkan hemolisis sampel akibat kontaminasi oleh alcohol, rasa terbakar dan rasa nyeri yang berlebihan pada pasien ketika dilakukan penusukan.

Pengambilan Darah Vena dengan Syring

Pengambilan darah vena secara manual dengan alat suntik (syring) merupakan cara yang masih lazim dilakukan di berbagai laboratorium klinik dan tempat-tempat pelayanan kesehatan. Alat suntik ini adalah sebuah pompa piston sederhana yang terdiri dari sebuah sebuah tabung silinder, pendorong, dan jarum. Berbagai ukuran jarum yang sering dipergunakan mulai dari ukuran terbesar sampai dengan terkecil adalah : 21G, 22G, 23G, 24G dan 25G.

Pengambilan darah dengan suntikan ini baik dilakukan pada pasien usia lanjut dan pasien dengan vena yang tidak dapat diandalkan (rapuh atau kecil).

Prosedur :
  • Persiapkan alat-alat yang diperlukan : syring, kapas alkohol 70%, tali pembendung (turniket), plester, dan tabung. Untuk pemilihan syring, pilihlah ukuran/volume sesuai dengan jumlah sampel yang akan diambil, pilih ukuran jarum yang sesuai, dan pastikan jarum terpasang dengan erat.
  • Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah; usahakan pasien senyaman mungkin.
  • Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar permintaan.
  • Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat bila pasien minum obat tertentu, tidak puasa dsb.
  • Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak melakukan aktifitas.
  • Minta pasien mengepalkan tangan.
  • Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku.
  • Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan (palpasi) untuk memastikan posisi vena; vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit daerah lengan.
  • Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alcohol 70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
  • Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Jika jarum telah masuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk ke dalam semprit (dinamakan flash). Usahakan sekali tusuk kena.
  • Setelah volume darah dianggap cukup, lepas turniket dan minta pasien membuka kepalan tangannya. Volume darah yang diambil kira-kira 3 kali jumlah serum atau plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
  • Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum. Tekan kapas beberapa sat lalu plester selama kira-kira 15 menit. Jangan menarik jarum sebelum turniket dibuka.

Pengambilan Darah Vena Dengan Tabung Vakum

Tabung vakum pertama kali dipasarkan oleh perusahaan AS BD (Becton-Dickinson) di bawah nama dagang Vacutainer. Jenis tabung ini berupa tabung reaksi yang hampa udara, terbuat dari kaca atau plastik. Ketika tabung dilekatkan pada jarum, darah akan mengalir masuk ke dalam tabung dan berhenti mengalir ketika sejumlah volume tertentu telah tercapai.

Jarum yang digunakan terdiri dari dua buah jarum yang dihubungkan oleh sambungan berulir. Jarum pada sisi anterior digunakan untuk menusuk vena dan jarum pada sisi posterior ditancapkan pada tabung. Jarum posterior diselubungi oleh bahan dari karet sehingga dapat mencegah darah dari pasien mengalir keluar. Sambungan berulir berfungsi untuk melekatkan jarum pada sebuah holder dan memudahkan pada saat mendorong tabung menancap pada jarum posterior.

Keuntungan menggunakan metode pengambilan ini adalah, tak perlu membagi-bagi sampel darah ke dalam beberapa tabung. Cukup sekali penusukan, dapat digunakan untuk beberapa tabung secara bergantian sesuai dengan jenis tes yang diperlukan. Untuk keperluan tes biakan kuman, cara ini juga lebih bagus karena darah pasien langsung dapat mengalir masuk ke dalam tabung yang berisi media biakan kuman. Jadi, kemungkinan kontaminasi selama pemindahan sampel pada pengambilan dengan cara manual dapat dihindari.

Kekurangannya sulitnya pengambilan pada orang tua, anak kecil, bayi, atau jika vena tidak bisa diandalkan (kecil, rapuh), atau jika pasien gemuk. Untuk mengatasi hal ini mungkin bisa digunakan jarum bersayap (winged needle).

Jarum bersayap atau sering juga dinamakan jarum “kupu-kupu” hampir sama dengan jarum vakutainer seperti yang disebutkan di atas. Perbedaannya adalah, antara jarum anterior dan posterior terdapat dua buah sayap plastik pada pangkal jarum anterior dan selang yang menghubungkan jarum anterior dan posterior. Jika penusukan tepat mengenai vena, darah akan kelihatan masuk pada selang (flash).


Prosedur :
  • Persiapkan alat-alat yang diperlukan : jarum, kapas alkohol 70%, tali pembendung (turniket), plester, tabung vakum.
  • Pasang jarum pada holder, pastikan terpasang erat.
  • Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah; usahakan pasien senyaman mungkin.
  • Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar permintaan.
  • Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat bila pasien minum obat tertentu, tidak puasa dsb.
  • Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak melakukan aktifitas.
  • Minta pasien mengepalkan tangan.
  • Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku.
  • Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan (palpasi) untuk memastikan posisi vena; vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit daerah lengan.
  • Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alcohol 70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
  • Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Masukkan tabung ke dalam holder dan dorong sehingga jarum bagian posterior tertancap pada tabung, maka darah akan mengalir masuk ke dalam tabung. Tunggu sampai darah berhenti mengalir. Jika memerlukan beberapa tabung, setelah tabung pertama terisi, cabut dan ganti dengan tabung kedua, begitu seterusnya.
  • Lepas turniket dan minta pasien membuka kepalan tangannya. Volume darah yang diambil kira-kira 3 kali jumlah serum atau plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
  • Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum. Tekan kapas beberapa sat lalu plester selama kira-kira 15 menit. Jangan menarik jarum sebelum turniket dibuka.

Menampung Darah Dalam Tabung


Beberapa jenis tabung sampel darah yang digunakan dalam praktek laboratorium klinik adalah sebagai berikut :
  • Tabung tutup merah. Tabung ini tanpa penambahan zat additive, darah akan menjadi beku dan serum dipisahkan dengan pemusingan. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi, serologi dan bank darah (crossmatching test)
  • Tabung tutup kuning. Tabung ini berisi gel separator (serum separator tube/SST) yang fungsinya memisahkan serum dan sel darah. Setelah pemusingan, serum akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di bawah gel. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi dan serologi
  • Tabung tutup hijau terang. Tabung ini berisi gel separator (plasma separator tube/PST) dengan antikoagulan lithium heparin. Setelah pemusingan, plasma akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di bawah gel. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah.
  • Tabung tutup ungu atau lavender. Tabung ini berisi EDTA. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan darah lengkap dan bank darah (crossmatch)
  • Tabung tutup biru. Tabung ini berisi natrium sitrat. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan koagulasi (mis. PPT, APTT)
  • Tabung tutup hijau. Tabung ini berisi natrium atau lithium heparin, umumnya digunakan untuk pemeriksaan fragilitas osmotik eritrosit, kimia darah.
  • Tabung tutup biru gelap. Tabung ini berisi EDTA yang bebas logam, umumnya digunakan untuk pemeriksaan trace element (zink, copper, mercury) dan toksikologi.
  • Tabung tutup abu-abu terang. Tabung ini berisi natrium fluoride dan kalium oksalat, digunakan untuk pemeriksaan glukosa.
  • Tabung tutup hitam ; berisi bufer sodium sitrat, digunakan untuk pemeriksaan LED (ESR).
  • Tabung tutup pink ; berisi potassium EDTA, digunakan untuk pemeriksaan imunohematologi.
  • Tabung tutup putih ; potassium EDTA, digunakan untuk pemeriksaan molekuler/PCR dan bDNA.
  • Tabung tutup kuning dengan warna hitam di bagian atas ; berisi media biakan, digunakan untuk pemeriksaan mikrobiologi - aerob, anaerob dan jamur
Beberapa hal penting dalam menampung sampel darah adalah :
  • Darah dari syring atau suntikan harus dimasukkan ke dalam tabung dengan cara melepas jarum lalu mengalirkan darah perlahan-lahan melalui dinding tabung. Memasukkan darah dengan cara disemprotkan, apalagi tanpa melepas jarum, berpotensi menyebabkan hemolisis. Memasukkan darah ke dalam tabung vakum dengan cara menusukkan jarum pada tutup tabung, biarkan darah mengalir sampai berhenti sendiri ketika volume telah terpenuhi.
  • Homogenisasi sampel jika menggunakan antikoagulan dengan cara memutar-mutar tabung 4-5 kali atau membolak-balikkan tabung 5-10 kali dengan lembut. Mengocok sampel berpotensi menyebabkan hemolisis.
  • Urutan memasukkan sampel darah ke dalam tabung vakum adalah : pertama - botol biakan (culture) darah atau tabung tutup kuning-hitam kedua - tes koagulasi (tabung tutup biru), ketiga - tabung non additive (tutup merah), keempat - tabung tutup merah atau kuning dengan gel separator atau clot activator, tabung tutup ungu/lavendet (EDTA), tabung tutup hijau (heparin), tabung tutup abu-abu (NaF dan Na oksalat)

PENGAMBILAN DARAH KAPILER

Pengambilan darah kapiler atau dikenal dengan istilah skinpuncture yang berarti proses pengambilan sampel darah dengan tusukan kulit. Tempat yang digunakan untuk pengambilan darah kapiler adalah :
  • Ujung jari tangan (fingerstick) atau anak daun telinga.
  • Untuk anak kecil dan bayi diambil di tumit (heelstick) pada 1/3 bagian tepi telapak kaki atau ibu jari kaki.
  • Lokasi pengambilan tidak boleh menunjukkan adanya gangguan peredaran, seperti vasokonstriksi (pucat), vasodilatasi (oleh radang, trauma, dsb), kongesti atau sianosis setempat.
Pengambilan darah kapiler dilakukan untuk tes-tes yang memerlukan sampel dengan volume kecil, misalnya untuk pemeriksaan kadar glukosa, kadar Hb, hematokrit (mikrohematokrit) atau analisa gas darah (capillary method).

Prosedur
  • Siapkan peralatan sampling : lancet steril, kapas alcohol 70%.
  • Pilih lokasi pengambilan lalu desinfeksi dengan kapas alkohol 70%, biarkan kering.
  • Peganglah bagian tersebut supaya tidak bergerak dan tekan sedikit supaya rasa nyeri berkurang.
  • Tusuk dengan lancet steril. Tusukan harus dalam sehingga darah tidak harus diperas-peras keluar. Jangan menusukkan lancet jika ujung jari masih basah oleh alkohol. Hal ini bukan saja karena darah akan diencerkan oleh alkohol, tetapi darah juga melebar di atas kulit sehingga susah ditampung dalam wadah.
  • Setelah darah keluar, buang tetes darah pertama dengan memakai kapas kering, tetes berikutnya boleh dipakai untuk pemeriksaan.
  • Pengambilan darah diusahakan tidak terlalu lama dan jangan diperas-peras untuk mencegah terbentuknya jendalan.

Pengambilan Darah Arteri

Pengambilan darah arteri umumnya menggunakan arteri radialis di daerah pergelangan tangan. Jika tidak memungkinkan dapat dipilih arteri brachialis di daerah lengan atau arteri femoralis di lipat paha. Pengambilan darah harus dilakukan dengan hati-hati dan oleh tenaga terlatih.
Sampel darah arteri umumnya digunakan untuk pemeriksaan analisa gas darah.

Prosedur
  • Siapkan peralatan sampling di tempat/ruangan dimana akan dilakukan sampling.
  • Pilih bagian arteri radialis.
  • Pasang tali pembendung (tourniquet) jika diperlukan.
  • Lakukan palpasi (perabaan) dengan jari tangan untuk memastikan letak arteri.
  • Desinfeksi kulit yang akan ditusuk dengan kapas alkohol 70%, biarkan kering. Kulit yang telah dibersihkan jangan dipegang lagi.
  • Tekan bagian arteri yang akan ditusuk dengan dua jari tangan lalu tusukkan jarum di samping bawah jari telunjuk dengan posisi jarum tegak atau agak miring. Jika tusukan berhasil darah terlihat memasuki spuit dan mendorong thorak ke atas.
  • Setelah tercapai volume darah yang dikehendaki, lepaskan/tarik jarum dan segera letakkan kapas pada tempat tusukan lalu tekan kapas kuat-kuat selama ±2 menit. Pasang plester pada bagian ini selama ±15 menit.


Bahan bacaan :
  1. Calgary Laboratory Services, Blood Collection Guidelines.
  2. Direktorat Laboratorium Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Pedoman Praktek Laboratorium yang Benar (Good Laboratory Practice), Cetakan ke-3, Jakarta, 2004.
  3. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, Edisi 6, EGC, 2007.
  4. Laboratorium Patologi Klinik FK-UGM, Tuntunan Praktikum Hematologi, Bagian Patologi Klinik FK-UGM, Yogyakarta, 1995.
  5. R. Gandasoebrata, Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Bandung, 1992.
  6. The Royal College of Pathologists of Australasia, Manual of Use and Interpretation of Pathology Tests, Griffin Press Ltd., Netley, Australia, 1990.
  7. WebPath, Phlebotomy Tutorial, The University of Utah Eccles Health Sciences Library

Selengkapnya klik di sini...

Hitung Retikulosit

Retikulosit adalah eritrosit muda yang sitoplasmanya masih mengandung sejumlah besar sisa-sisa ribosome dan RNA yang berasal dari sisa inti dari bentuk penuh pendahulunya. Ribosome mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan pewarna tertentu seperti brilliant cresyl blue atau new methylene blue untuk membentuk endapan granula atau filamen yang berwarna biru. Reaksi ini hanya terjadi pada pewarnaan terhadap sel yang masih hidup dan tidak difiksasi. Oleh karena itu disebut pewarnaan supravital. Retikulosit paling muda (imatur) adalah yang mengandung ribosome terbanyak, sebaliknya retikulosit tertua hanya mempunyai beberapa titik ribosome.

Pada pewarnaan Wright retikulosit tampak sebagai eritrosit yang berukuran lebih besar dan berwarna lebih biru daripada eritrosit. Retikulum terlihat sebagai bintik-bintik abnormal. Polikromatofilia yang menunjukkan warna kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil pada eritrosit, sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosome tersebut.

Hitung retikulosit merupakan indikator aktivitas sumsum tulang dan digunakan untuk mendiagnosis anemia. Banyaknya retikulosit dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis yang hampir akurat. Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan akselerasi produksi eritrosit dalam sumsum tulang. Sebaliknya, hitung retikulosit yang rendah terus-menerus dapat mengindikasikan keadan hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik.


Metode

Hitung retikulosit umumnya menggunakan metode pewarnaan supravital. Sampel darah dicampur dengan larutan brilliant cresyl blue (BCB) atau new methylene blue maka ribosome akan terlihat sebagai filamen berwarna biru. Jumlah retikulosit dihitung per 1000 eritrosit dan dinyatakan dalam %, jadi hasilnya dibagi 10.

Pewarna yang digunakan memiliki formula sebagai berikut :
  • Brilliant Cresyl Blue (BCB) : brilliant cresyl blue 1.0 gr; NaCl 0.85% 99.0 ml. Saring larutan sebelum dipergunakan.
  • New methylene blue : NaCl 0.8 gr; kalium oksalat 1.4 gr; new methylene blue N 0.5 gr; aquadest 100 ml. Saring larutan sebelum dipergunakan.
Dianjurkan menggunaan new methylene blue, kesalahan metode ini pada nilai normal 25 %.

Sampel darah yang digunakan untuk hitung retikulosit adalah darah kapiler atau vena, dengan antikoagulan (EDTA) atau tanpa antikoagulan (segar).


Prosedur
  • Ke dalam tabung masukkan darah dan pewarna dengan perbandingan 1 : 1, campur baik-baik, biarkan selama 15 menit agar pewarnaannya sempurna.
  • Buatlah sediaan apus campuran itu, biarkan kering di udara.
  • Periksalah di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Eritrosit nampak biru muda dan retikulosit akan tampat sebagai sel yang mengadung granula/filamen yang berwarna biru. Bila kurang jelas waktu pewarnaannya diperpanjang atau dicounterstain (dicat lagi) dengan cat Wright.
  • Hitunglah jumlah retikulosit dalam 1000 sel eritrosit. Jika kesulitan menghitung, lakukan pengecilan medan penglihatan okuler dengan meletakkan kertas berlubang pada lensa okuler. Hitung retikulosit ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut :
Hitung retikulosit = ( jumlah retikulosit per 1000 eritrosit : 10 ) %


Nilai Rujukan
  • Dewasa : 0.5 - 1.5 %
  • Bayi baru lahir : 2.5 - 6.5 %
  • Bayi : 0.5 - 3.5 %
  • Anak : 0.5 - 2.0 %

Masalah Klinis
  • Penurunan jumlah : Anemia (pernisiosa, defisiensi asam folat, aplastik, terapi radiasi, pengaruh iradiasi sinar-X, hipofungsi adrenokortikal, hipofungsi hipofisis anterior, sirosis hati (alkohol menyupresi retikulosit)
  • Peningkatan jumlah : Anemia (hemolitik, sel sabit), talasemia mayor, perdarahan kronis, pasca perdarahan (3 - 4 hari), pengobatan anemia (defisiensi zat besi, vit B12, asam folat), leukemia, eritroblastosis fetalis (penyakit hemolitik pada bayi baru lahir), penyakit hemoglobin C dan D, kehamilan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan hasil laboratorium :
  • Bila hematokritnya rendah maka perlu ditambahkan darah
  • Cat yang tidak disaring menyebabkan pengendapan cat pada sel-sel eritrosit sehingga terlihat seperti retikulosit
  • Menghitung di daerah yang terlalu padat
  • Peningkatan kadar glukose akan mengurangi pewarnaan


Selengkapnya klik di sini...

Laju Endap Darah (LED)

Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) yang juga disebut kecepatan endap darah (KED) atau laju sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan). Sebagian ahli hematologi, LED tidak andal karena tidak spesifik, dan dipengaruhi oleh faktor fisiologis yang menyebabkan temuan tidak akurat.

Pemeriksaan CRP dipertimbangkan lebih berguna daripada LED karena kenaikan kadar CRP terjadi lebih cepat selama proses inflamasi akut, dan lebih cepat juga kembali ke kadar normal daripada LED. Namun, beberapa dokter masih mengharuskan uji LED bila ingin membuat perhitungan kasar mengenai proses penyakit, dan bermanfaat untuk mengikuti perjalanan penyakit. Jika nilai LED meningkat, maka uji laboratorium lain harus dilakukan untuk mengidentifikasi masalah klinis yang muncul.


Metode

Metode yang digunakan untuk pemeriksaan LED ada dua, yaitu metode Wintrobe dan Westergreen. Hasil pemeriksaan LED dengan menggunakan kedua metode tersebut sebenarnya tidak seberapa selisihnya jika nilai LED masih dalam batas normal. Tetapi jika nilai LED meningkat, maka hasil pemeriksaan dengan metode Wintrobe kurang menyakinkan. Dengan metode Westergreen bisa didapat nilai yang lebih tinggi, hal itu disebabkan panjang pipet Westergreen yang dua kali panjang pipet Wintrobe. Kenyataan inilah yang menyebabkan para klinisi lebih menyukai metode Westergreen daribada metode Wintrobe. Selain itu, International Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) merekomendasikan untuk menggunakan metode Westergreen.

LED berlangsung 3 tahap, tahap ke-1 penyusunan letak eritrosit (rouleaux formation) dimana kecepatan sedimentasi sangat sedikit, tahap ke-2 kecepatan sedimentasi agak cepat, dan tahap ke-3 kecepatan sedimentasi sangat rendah.


Prosedur
  1. Metode Westergreen
    • Untuk melakukan pemeriksaan LED cara Westergreen diperlukan sampel darah citrat 4 : 1 (4 bagian darah vena + 1 bagian natrium sitrat 3,2 % ) atau darah EDTA yang diencerkan dengan NaCl 0.85 % 4 : 1 (4 bagian darah EDTA + 1 bagian NaCl 0.85%). Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.
    • Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung Westergreen sampai tanda/skala 0.
    • Tabung diletakkan pada rak dengan posisi tegak lurus, jauhkan dari getaran maupun sinar matahari langsung.
    • Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm penurunan eritrosit.
  2. Metode Wintrobe
    • Sampel yang digunakan berupa darah EDTA atau darah Amonium-kalium oksalat. Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.
    • Sampel dimasukkan ke dalam tabung Wintrobe menggunakan pipet Pasteur sampai tanda 0.
    • Letakkan tabung dengan posisi tegak lurus.
    • Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm menurunnya eritrosit.

Nilai Rujukan
  1. Metode Westergreen :
    • Pria : 0 - 15 mm/jam
    • Wanita : 0 - 20 mm/jam
  2. Metode Wintrobe :
    • Pria : 0 - 9 mm/jam
    • Wanita 0 - 15 mm/jam

Masalah Klinik
  • Penurunan kadar : polisitemia vera, CHF, anemia sel sabit, mononukleus infeksiosa, defisiensi faktor V, artritis degeneratif, angina pektoris. Pengaruh obat : Etambutol (myambutol), kinin, salisilat (aspirin), kortison, prednison.
  • Peningkatan kadar : artirits reumatoid, demam rematik, MCI akut, kanker (lambung, kolon, payudara, hati, ginjal), penyakit Hodgkin, mieloma multipel, limfosarkoma, endokarditis bakterial, gout, hepatitis, sirosis hati, inflamasi panggul akut, sifilis, tuberkulosis, glomerulonefritis, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (eritroblastosis fetalis), SLE, kehamilan (trimester kedua dan ketiga). Pengaruh obat : Dextran, metildopa (Aldomet), metilsergid (Sansert), penisilamin (Cuprimine), prokainamid (Pronestyl), teofilin, kontrasepsi oral, vitamin A.

Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Faktor yang mengurangi LED : bayi baru lahir (penurunan fibrinogen), obat (lihat pengaruh obat), gula darah tinggi, albumin serum, fosfolipid serum, kelebihan antikoagulan, penurunan suhu.
  • Faktor yang meningkatkan LED : kehamilan (trimester kedua dan ketiga), menstruasi, obat (lihat pengaruh obat), keberadan kolesterol, fibrinogen, globulin, peningkatan suhu, kemiringan tabung.

Selengkapnya klik di sini...

Indeks Eritrosit

Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit. Istilah lain untuk indeks eritrosit adalah indeks kospouskuler. Indeks eritrosit terdiri atas : isi/volume atau ukuran eritrosit (MCV : mean corpuscular volume atau volume eritrosit rata-rata), berat (MCH : mean corpuscular hemoglobin atau hemoglobin eritrosit rata-rata), konsentrasi (MCHC : mean corpuscular hemoglobin concentration atau kadar hemoglobin eritrosit rata-rata), dan perbedaan ukuran (RDW : RBC distribution width atau luas distribusi eritrosit). Indeks eritrosit dipergunakan secara luas dalam mengklasifikasi anemia atau sebagai penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia.

Indeks eritrosit dapat ditetapkan dengan dua metode, yaitu manual dan elektronik (automatik) menggunakan hematology analyzer. Untuk dapat menghitung indeks eritrosit secara manual diperlukan data kadar hemoglobin, hematokrit/PCV dan hitung eritrosit.


Volume eritrosit rata-rata (VER) atau mean corpuscular volume (MCV)

MCV mengindikasikan ukuran eritrosit : mikrositik (ukuran kecil), normositik (ukuran normal), dan makrositik (ukuran besar). Nilai MCV diperoleh dengan mengalikan hematokrit 10 kali lalu membaginya dengan hitung eritrosit.

MCV = (hematokrit x 10) : hitung eritrosit

Nilai rujukan :
  • Dewasa : 80 - 100 fL (baca femtoliter)
  • Bayi baru lahir : 98 - 122 fL
  • Anak usia 1-3 tahun : 73 - 101 fL
  • Anak usia 4-5 tahun : 72 - 88 fL
  • Anak usia 6-10 tahun : 69 - 93 fL
Masalah klinis :
  • Penurunan nilai : anemia mikrositik, anemia defisiensi besi (ADB), malignansi, artritis reumatoid, hemoglobinopati (talasemia, anemia sel sabit, hemoglobin C), keracunan timbal, radiasi.
  • Peningkatan nilai : anemia makrositik, aplastik, hemolitik, pernisiosa; penyakit hati kronis; hipotiroidisme (miksedema); pengaruh obat (defisiensi vit B12, antikonvulsan, antimetabolik)



Hemoglobin eritrosit rata-rata (HER) atau mean corpuscular hemoglobin (MCH)

MCH mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan ukurannya. MCH diperoleh dengan mengalikan kadar Hb 10 kali, lalu membaginya dengan hitung eritrosit.

MCH = (hemoglobinx10) : hitung eritrosit

Nilai rujukan :
  • Dewasa : 26 - 34 pg (baca pikogram)
  • Bayi baru lahir : 33 - 41 pg
  • Anak usia 1-5 tahun : 23 - 31 pg
  • Anak usia 6-10 tahun : 22 - 34 pg
MCH dijumpai meningkat pada anemia makrositik-normokromik atau sferositosis, dan menurun pada anemia mikrositik-normokromik atau anemia mikrositik-hipokromik.


Kadar hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER) atau mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC)

MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit. Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia hipokromik, defisiensi zat besi serta talasemia. Nilai MCHC dihitung dari nilai MCH dan MCV atau dari hemoglobin dan hematokrit.

MCHC = ( MCH : MCV ) x 100 % atau MCHC = ( Hb : Hmt ) x 100 %

Nilai rujukan :
  • Dewasa : 32 - 36 %
  • Bayi baru lahir : 31 - 35 %
  • Anak usia 1.5 - 3 tahun : 26 - 34 %
  • Anak usia 5 - 10 tahun : 32 - 36 %

Luas distribusi eritrosit (RBCdistribution width)

RDW adalah perbedaan ukuran (luas) dari eritrosit. RDW adalah pengukuran luas kurva distribusi ukuran pada histogram. Nilai RDW dapat diketahui dari hasil pemeriksaan darah lengkap (full blood count, FBC) dengan hematology analyzer. Nilai RDW berguna untuk memperkirakan terjadinya anemia dini, sebelum nilai MCV berubah dan sebelum terjadi tanda dan gejala.

Peningkatan nilai RDW dapat dijumpai pada : anemia defisiensi (zat besi, asam folat, vit B12), anemia hemolitik, anemia sel sabit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium : lihat penetapan kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit.
Selengkapnya klik di sini...

Hitung Eritrosit

Seperti hitung lekosit, untuk menghitung jumlah sel-sel eritrosit ada dua metode, yaitu manual dan elektronik (automatik). Metode manual hampir sama dengan hitung lekosit, yaitu menggunakan bilik hitung. Namun, hitung eritrosit lebih sukar daripada hitung lekosit. Orang yang telah berpengalaman saja memiliki kesalahan yang cukup besar dalam menghitung eritrosit (rata-rata sekitar 20%), apalagi orang yang belum berpengalaman atau kerjanya kurang teliti.

Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah diencerkan dalam larutan yang isotonis untuk memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. Larutan Pengencer yang biasa digunakan adalah :
  • Larutan Hayem : Natrium sulfat 2.5 g, Natrium klorid 0.5 g, Merkuri klorid 0.25 g, aquadest 100 ml. Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tidak dapat dipergunakan karena dapat menyebabkan precipitasi protein, rouleaux, aglutinasi.
  • Larutan Gower : Natrium sulfat 12.5 g, Asam asetat glasial 33.3 ml, aquadest 200 ml. Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleaux.
  • Natrium klorid 0.85 %
Bahan pemeriksaan yang dipergunakan adalah darah kapiler, darah EDTA, darah heparin, atau darah amonium-kalium oksalat.


Prosedur

Darah diencerkan 100 x atau 200 x menggunakan pipet eritrosit atau tabung, kocok selama 3 menit supaya homogen. Larutan sampel kemudian dimasukkan/diteteskan ke dalam bilik hitung. Sel-sel eritrosit dihitung di bawah mikroskop dengan perbesaran sedang (40x).

Cara menghitung sel eritrosit adalah :
Letakkan bilik hitung di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah (10x). Cari kotak penghitungan yang berada di tengah. Kotak tersebut terbagi dalam 25 kotak kecil dan setiap kotak kecil terbagi menjadi menjadi 16 kotak kecil-kecil. Sel eritrosit dihitung dalam 5 kotak kecil, yaitu 4 kotak di sudut dan 1 kotak lagi di tengah. Jumlah eritrosit dihitung dengan rumus :

Hitung eritrosit
= (N / V ) x Pengenceran
= (N / [5 x 0.2 x 0.2 x 0.1 ] ) x 200
= ( N / 0.02 ) x 200
= N x 10.000

dimana : N=jumlah sel eritrosit yang dihitung, V=volume bilik hitung


Nilai Rujukan
  • Dewasa pria : 4.50 - 6.50 (x10^6/mmk)
  • Dewasa wanita : 3.80 - 4.80 (x10^6/mmk)
  • Bayi baru lahir : 4.30 - 6.30 (x10^6/mmk)
  • Anak usia 1-3 tahun : 3.60 - 5.20 (x10^6/mmkl)
  • Anak usia 4-5 tahun : 3.70 - 5.70 (x10^6/mmk)
  • Anak usia 6-10 tahun : 3.80 - 5.80 (x10^6/mmk)

Masalah Klinis
  • Penurunan nilai : kehilangan darah (perdarahan), anemia, leukemia, infeksi kronis, mieloma multipel, cairan per intra vena berlebih, gagal ginjal kronis, kehamilan, hidrasi berlebihan
  • Peningkatan nilai : polisitemia vera, hemokonsentrasi/dehidrasi, dataran tinggi, penyakit kardiovaskuler

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan hasil laboratorium :
  • Pengambilan sampel darah di daerah lengan yang terpasang jalur intra-vena menyebabkan hitung eritrosit rendah akibat hemodilusi
  • Pengenceran tidak tepat
  • Larutan pengencer tercemar darah atau lainnya
  • Alat yang dipergunakan seperti pipet, bilik hitung dan kaca penutupnya kotor dan basah
  • Penghitungan mikroskopik menggunakan perbesaran lemah (10x)
Selengkapnya klik di sini...